LBH Sampaikan 5 Kritikan Ini Terhadap Polisi Tangani Kasus Holywings

LBH Sampaikan 5 Kritikan Ini Terhadap Polisi Tangani Kasus Holywings

Bar Holywings Indonesia.-holywings.com-

Pekerja Holywings dituduh melakukan penodaan agama dalam Pasal 156a KUHP. Pasal ini diselipkan ke dalam KUHP melalui Pasal 4 UU 1/PNPS/1965.

Sehingga sebelum seseorang dijatuhi pidana berdasarkan UU No. 1/PNPS/1965 terlebih dahulu harus ada tindakan dari Menteri Agama bersama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden Republik Indonesia.

Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 UU 1/PNPS/1965 yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Untuk itu, persyaratan formil-administratif dalam Pasal 3 harus terlebih dahulu dipenuhi sebelum Pasal 4 dapat diterapkan. Namun hal tersebut tidak dilakukan dalam kasus ini sehingga proses hukum menjadi sewenang-wenang karena prematur. 

Ketiga

LBH Jakarta menilai bahwa penerapan pasal-pasal untuk menetapkan 6 pegawai Holywings sebagai tersangka tidak tepat. Pengenaan pasal tersebut lebih dikarenakan pasal-pasal tersebut karet (multitafsir) Hal tersebut yang kemudian menguatkan dugaan bahwa penegakan hukum pada kasus ini merupakan kriminalisasi atau pemidanaan yang dipaksakan. 

Seperti halnya pasal 14 ayat 1 dan 1 UU No. 1/1946  LBH Jakarta mengecam pasal "pukat harimau" yang kerap diterapkan secara eksesif.

Berikutnya Pasal 156 atau 156A KUHP, kasus ini semakin meneguhkan bahwa pasal penodaan agama sebagaimana diatur dalam PNPS 1/1965 memang bermasalah sebagaimana terungkap dalam proses persidangan perkara Nomor 140/PUU-VII/2009 di Mahkamah Konstitusi yang di tahun 2017 juga menelan korban Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Selanjuntya Pasal 28 ayat (2) UU ITE, berdasarkan SKB Pedoman Implementasi UU ITE yang ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, disebutkan bahwa perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE bentuk maupun tujuannya harus membangkitkan rasa kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA, bukan karena akibatnya yang ‘membuat orang lain menjadi benci dengan orang yang berbuat’. 

Empat

Terdapat serangkaian pelanggaran prosedur hukum acara pidana dalam penanganan kasus ini. Sebagaimana telah disinggung di atas, Penyidik pada Polres Metro Jakarta Selatan “mengamankan” EJD, NDP, DAD, EA, AAB dan AAM untuk diperiksa sebagai saksi.

Dalam KUHAP tidak dikenal tindakan yang disebut “mengamankan”, yang dikenal adalah upaya paksa dalam bentuk penangkapan (Pasal 1 angka 20 KUHAP) yang hanya boleh dilakukan terhadap seorang tersangka. Sehingga berdasarkan fakta tersebut jelas bahwa 6 orang pekerja Holywings ditangkap sebelum ditetapkan sebagai tersangka. 

Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 menetapkan ketentuan mengenai penetapan tersangka yang tidak hanya berdasarkan 2 alat bukti, namun juga ditambah dengan pemeriksaan terhadap calon tersangkanya.

Kelima

Ditemukan fakta bahwa pihak Holywings akan memberikan sanksi berat terhadap 6 pekerjanya yang ditetapkan sebagai tersangka.

Sebagai pemberi kerja, Holywings tidak boleh hanya menekankan sanksi yang akan dijatuhkan, melainkan tetap harus memenuhi hak 6 Pekerja/Buruh tersebut, berdasarkan Pasal 53 ayat (1) PP 35/2021, 6 pekerja tersebut berhak atas bantuan kepada keluarga Pekerja/Buruh yang menjadi tanggungannya dalam hal mereka sedang ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Ari Nur Cahyo

Tentang Penulis

Sumber: