Defisit Transaksi Berjalan USD30,4 Miliar

Selasa 11-02-2020,01:33 WIB
Reporter : admin
Editor : admin

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyebutkan defisit transaksi berjalan atau CurrentAccount Deficit (CAD) sepanjang 2019 sebesar USD30,4 miliar atau 2,72 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Dalam keterangan resminya, kemarin (10/2), realisasi tersebut turun tipis dibandingkan dengan capaian 2018 yang sebesar USD31,1 miliar atau 2,94 persen tahunan (yoy) dari total PDB. "Perkembangan tersebut terutama ditopang oleh neraca perdagangan barang yang mencatat surplus, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami defisit," tulisnya. Neraca perdagangan barang surplus dikarenanakan surplusnya neraca perdangan nonmigas yang meningkat serta defisit neraca peradangan migas yang menurun. Adapun defisit menyusut tersebut dipengaruhi turunnya impor minyak di mana sejalan dengan kebijakan pengendalian impor, seperti program B20. Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengatakan, perbaikan neraca perdaganan tersebut lantaran kebijakan pemerintah mengekang impor. Di antaranya, B20 dan program substitusi impor yang berdampak buruk dan pelemahan pertumbuhan global menyebabkan permintaan ekspor melemah. "Tahun ini kami perkirakan defisit neraca perdagangan akan sedikit melebar menjadi 2,88 persen dari PDB. Angka tersebut melebar naik tipis dari perkiraan defisit pada 2019 sebesar 2,70 persen PDB karena perbaikan iklim investasi dapat meningkatkan impor bahan baku dan barang modal," ujar dia. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, sebelumnya menilai defisit transaksi berjalan masih akan terjadi. Hal itu karena kinerja ekspor masih melorot seiring dengan harga komoditas yang turun. Ditambah lagi, peningkatan impor konsumsi. “Sehingga neraca perdagangan defisit, neraca jasa juga masih defisit,” kata Enny. Bukan hanya itu, menurutnya neraca modal juga berpotensi floating. Hal tersebut dapat diselesaikan apabila terdapat Foreign Direct Investment/FDI. Menurut dia, saat ini permasalahan kepastian investasi yang masih terjadi. Oleh karena itu dia meminta segera diperbaiki, dan tidak perlu bergantung pada Omnibus Law. “Kepastian investasi harus diperbaiki, tidak selalu harus bergantung pada omnibus law,” katanya. Padahal, Presiden Joko Widodo sebelumnya mengatakan bahwa Indonesia baru merdeka jika dapat menyelesaikan defisit transaksi berjalan tersebut. Dalam mengatasi persoalan defisit transaksi berjalan, saran dia, harus ada perbaikan di sektor riil, terutama di sektor pengolahan.“Itu bisa berpotensi untuk meningkatkan ekspor, sekaligus substitusi impor,” ucap dia. Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja impor November 2019 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja ekspor November 2019. Secara total kinerja impor November 2019 mencapai USD15,34 miliar, jika dibandingkan dengan kinerja ekspor terjadi defisit sebesar USD1,33 miliar.(din/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait