Opini . 15/08/2025, 15:23 WIB
Penerima bansos yang tidak layak, seperti pegawai BUMN atau dokter, seringkali tidak mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat. Kita sebagai masyarakat juga bertanggung jawab. Kita terlalu pasif, terlalu permisif, dan terlalu takut untuk saling mengingatkan. Korupsi bansos ini sulit terjadi jika ada perlawanan dari masyarakat. Tidak ada regulasi khusus, namun sanksi sosial adalah kekuatan moral yang seharusnya menjadi tameng bagi Bangsa Indonesia.
7. Lemahnya Koordinasi Lintas Sektor
Ini adalah masalah struktural yang paling sulit diatasi. Berbagai kementerian/lembaga memiliki data yang berbeda dan belum terintegrasi secara nasional. Kementerian Sosial memiliki DTKS, BKN memiliki data kepegawaian ASN, BPJS Ketenagakerjaan memiliki data pekerja, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memiliki data anggotanya. Tanpa integrasi data, verifikasi otomatis tidak akan bisa dilakukan secara efektif. Perpres Nomor 18 Tahun 2021 tentang SPBE seharusnya menjadi payung hukum untuk integrasi data, namun praktiknya masih jalan di tempat.
8. Arogansi Pihak Mampu yang Merasa Berhak
Pegawai BUMN, dokter dan eksekutif yang terindikasi menerima bansos mungkin merasa tidak bersalah dan bisa jadi menganggap bansos sebagai tambahan pendapatan. Ini adalah puncak dari krisis moral bangsa. Mereka yang sudah berkecukupan justru serakah, menggerogoti hak orang-orang yang membutuhkan. Mereka tidak hanya merugikan keuangan negara, mereka menyakiti harapan orang yang sangat tidak berkecukupan.
Hal ini adalah pelanggaran terhadap etika profesi dan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar. Bahkan, temuan PPATK menunjukkan adanya penerima bansos yang memiliki saldo besar, memperkuat bukti arogansi dan ketidakpedulian ini.
B. Solusi Mendesak Perubahan Besar Dan Tindakan Nyata
Perbaikan sistem bantuan sosial adalah sebuah keharusan. Perlu dilakukan perombakan besar yang lebih tepat. Untuk menciptakan sistem yang efisien, efektif lebih adil dan tegas, perlu dijalankan beberapa solusi berikut ini:
Pertama, Pemerintah harus segera mengintegrasikan seluruh data kependudukan (Dukcapil), data kepegawaian (BKN), data BPJS, dan data perbankan dalam satu super database. Sistem ini harus memiliki audit digital yang secara otomatis menolak pendaftar yang memiliki penghasilan di atas UMP.
Perlu mempercepat implementasi Perpres 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia dan Perpres Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE), yang menjadi landasan hukum kuat untuk integrasi data secara nasional dan mencegah tumpang tindih.
Kedua, Pemerintah wajib membuka data penerima bansos secara lengkap, transparan, dan dapat diakses oleh publik melalui website atau aplikasi. Setiap warga harus memiliki hak untuk melaporkan jika menemukan data yang janggal. Untuk memperkuat hal ini, implementasi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) harus dipertegas, dan perlu dibuat regulasi turunan yang secara spesifik mengatur pembukaan data penerima bansos tanpa melanggar perlindungan data pribadi.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com