Poo Cendana

fin.co.id - 16/04/2025, 05:26 WIB

Poo Cendana

Oleh: Dahlan Iskan

Meninggal di Singapura: 7 April 2025.

Jenazah tiba di Mendut: 14 April 2025.

Dikremasi: 7 Mei 2025.

Yang menghendaki jenazah pengusaha besar Murdaya Poo dikremasi di dekat candi Borobudur, Magelang, adalah istrinya: Siti Hartati Murdaya. Dia ketua umum Walubi, organisasi umat Buddha se-Indonesia.

Saya mesong ke Mendut, kemarin. "Jenazah Papa tiba di sini tadi malam sekitar pukul 20.30," ujar Karuna Murdaya, anak bungsu Pak Poo yang menyambut saya.

Jenazah itu diterbangkan dari Singapura ke Jogjakarta. Lalu dinaikkan mobil menuju satu vihara besar di desa Mendut, dekat Borobudur. Hartati yang membangun vihara itu. Jenazah Pak Poo disemayamkan di situ sampai tanggal 7 Mei depan.

Sepanjang jalan menuju vihara itu penuh dengan karangan bunga. Di kanan kiri jalannya. Juga di seputar halaman vihara. Ada dari Pak SBY, Bu Megawati, para menteri, Pramono Anung, Anies Baswedan...

Saya langsung terpana oleh terbelonya. Begitu kecil. Sangat sederhana. Peti mati Pak Poo itu tidak seperti pada umumnya terbelo pengusaha besar Tionghoa. Tidak ada hiasannya apa-apa. Tidak ada bunga. Petinya hanya ditutup kain polosan warna coklat muda.

Dugaan saya: harga peti mati itu hanya sekitar Rp 5 juta. Bukan yang Rp 100 juta, atau Rp 250 juta. Padahal ada peti mati yang harganya sekitar Rp 1 miliar.

Saya pernah melihat peti mati yang harganya segitu. Beberapa bulan lalu: ketika melayat teman baik yang meninggal di Surabaya. Petinya besar sekali, indah sekali, kayunya dari pohon utuh yang amat besar. Hiasan bunganya luar biasa menakjubkan.

Saya menyangka jenazah Pak Poo ditaruh di dalam peti mati mahal seperti itu. Sama sekali tidak. Ini mirip peti matinya orang miskin yang dapat sumbangan peti mati dari lembaga sosial.

Aula vihara itu juga tidak dihias. Kursi-kursinya pun bukan kursi VIP.

Sejak jenazah Pak Poo tiba, selalu ada yang membaca ''tahlil'' –doa-doa menurut agama Buddha.

Sekitar 30 orang yang bersamaan membaca doa. Laki perempuan. Campur Tionghoa Jawa. Dari berbagai vihara dan berbagai aliran Buddha.

Afdal Namakule
Penulis