Menjaga Laut dari Korupsi: Urgensi Pimpinan KPK Berbasis Maritim

fin.co.id - 06/02/2025, 09:16 WIB

Menjaga Laut dari Korupsi: Urgensi Pimpinan KPK Berbasis Maritim

Pengamat Maritim Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC), DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.H., M.Mar.

Selain itu, aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian dan Kejaksaan, diharapkan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan pelanggaran hukum dalam kasus ini. Beberapa pihak, termasuk ahli hukum dan organisasi masyarakat sipil, mendesak agar kasus ini ditangani secara serius dan transparan untuk memastikan akuntabilitas dan keadilan.

Potensi Korupsi di Dunia Maritim Indonesia

Indonesia, dengan wilayah laut yang luas, memiliki potensi besar dalam sektor maritim, mulai dari perikanan, pelayaran, hingga pengelolaan sumber daya alam laut. Namun, sektor ini juga menjadi lahan subur bagi praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Korupsi di dunia maritim Indonesia dapat terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari pemberian izin, pengelolaan sumber daya alam, hingga pengawasan terhadap aktivitas maritim. Potensi korupsi dalam sektor maritim ini muncul karena kompleksitas pengelolaan sumber daya yang melibatkan banyak pihak dan proses yang membutuhkan waktu serta uang.

Salah satu sektor yang rentan terhadap korupsi adalah pemberian izin reklamasi. Proyek reklamasi sering kali dilakukan di wilayah pesisir yang sangat strategis, yang mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal dan ekosistem laut. Pemberian izin untuk reklamasi sering kali melibatkan praktik suap atau gratifikasi kepada pejabat yang berwenang untuk mempercepat proses izin atau bahkan mengabaikan prosedur yang seharusnya diikuti. Hal ini dapat terjadi karena banyak proyek reklamasi yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga memunculkan kepentingan pribadi di balik kebijakan yang diambil. Selain itu, beberapa pihak yang terlibat dalam proyek reklamasi mungkin berusaha memanipulasi dokumen atau menutupi dampak lingkungan dari proyek tersebut untuk memperoleh keuntungan lebih banyak.

Eksploitasi sumber daya alam laut juga menjadi sumber utama potensi korupsi. Pasir laut, misalnya, sering kali dieksploitasi tanpa izin atau dengan izin yang dipalsukan. Penambangan pasir laut tanpa kontrol yang memadai tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga bisa menjadi celah bagi praktik korupsi, baik dalam hal pengeluaran izin penambangan ataupun pemalsuan dokumen. Sumber daya alam laut lainnya, seperti tambang laut dan hasil perikanan, juga rentan terhadap korupsi. Pemberian izin eksploitasi tambang atau izin penangkapan ikan sering kali disertai dengan suap, di mana pejabat yang berwenang menerima keuntungan pribadi dari proses yang seharusnya dilakukan secara transparan.

Korupsi juga banyak terjadi dalam sektor perikanan, terutama dalam hal pengelolaan izin penangkapan ikan. Penangkapan ikan ilegal sering kali terjadi karena pejabat yang berwenang di sektor ini tidak menjalankan tugas mereka dengan baik. Beberapa pejabat mungkin menerima suap dari pihak yang melakukan penangkapan ikan ilegal, atau mereka mengabaikan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha perikanan. Hal ini menyebabkan kerugian negara karena potensi pendapatan dari sektor perikanan tidak sepenuhnya diterima, dan ekosistem laut yang sudah terancam semakin terabaikan.

Selain itu, pengelolaan pelabuhan juga menjadi area yang rentan terhadap korupsi. Pengelolaan pelabuhan yang buruk, seperti dalam hal pemberian izin pelabuhan atau pengawasan terhadap kegiatan yang berlangsung di pelabuhan, dapat membuka ruang bagi praktik korupsi. Dalam proses perizinan pelabuhan, beberapa pihak mungkin memanipulasi atau mempercepat proses perizinan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Sementara itu, pengawasan yang tidak memadai terhadap aktivitas pelabuhan, seperti penyelundupan barang ilegal atau pelanggaran hukum lainnya, dapat melibatkan suap kepada aparat yang seharusnya menegakkan hukum.

Korupsi dalam sektor maritim Indonesia juga terjadi karena pengawasan yang lemah dari pemerintah. Banyak aktivitas maritim yang tidak terpantau dengan baik, baik itu terkait dengan perikanan, perdagangan, maupun eksploitasi sumber daya alam laut. Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, sering kali terjadi karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sektor maritim. Hal ini membuka peluang bagi praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Dasar hukum terkait sektor maritim di Indonesia memang sudah ada untuk mengatur pengelolaan dan perlindungan sumber daya laut, namun implementasi dan pengawasan terhadap hukum tersebut sering kali terabaikan. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan landasan hukum bagi pengelolaan wilayah pesisir dan perairan laut. Namun, korupsi dalam pemberian izin reklamasi, eksploitasi sumber daya alam laut, dan kegiatan perikanan ilegal sering kali mengabaikan ketentuan yang ada.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 memberikan kewenangan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak praktik korupsi yang terjadi di sektor maritim. Namun, penerapan undang-undang ini seringkali terbentur pada kurangnya bukti dan pengawasan yang lemah di tingkat daerah. Dengan berbagai potensi korupsi yang ada, sektor maritim Indonesia membutuhkan reformasi yang serius dalam hal pengawasan dan penegakan hukum. Pemerintah harus lebih tegas dalam menindak praktik korupsi di sektor ini dan memastikan bahwa sumber daya alam laut dikelola dengan baik untuk kepentingan negara dan masyarakat. Penyelesaian masalah korupsi di dunia maritim Indonesia tidak hanya bergantung pada penguatan hukum yang ada, tetapi juga pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel.

Urgensi Pimpinan KPK yang Memiliki Latar Belakang Maritim

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas dan wewenang yang sangat besar dalam memberantas praktik korupsi di seluruh sektor, termasuk sektor maritim. KPK memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor maritim. Namun, pemberantasan korupsi di sektor maritim memerlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika yang terjadi di sektor ini. Oleh karena itu, penting bagi pimpinan KPK yang memiliki latar belakang maritim untuk dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan efisien.

Pimpinan KPK yang memiliki pemahaman mengenai sektor maritim dapat memberikan perhatian khusus terhadap sektor ini, memahami permasalahan yang dihadapi, serta merumuskan strategi yang tepat dalam memberantas korupsi. Seorang pimpinan yang memiliki latar belakang maritim akan lebih mudah mengenali celah-celah korupsi yang sering terjadi di sektor ini, seperti dalam hal pemberian izin reklamasi, eksploitasi pasir laut, perikanan ilegal, atau pengelolaan pelabuhan. Dengan pemahaman tersebut, pimpinan KPK akan lebih mampu merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan memastikan penegakan hukum yang lebih adil dan transparan di sektor maritim.

Selain itu, pimpinan KPK yang berpengalaman di bidang maritim juga akan lebih memahami tantangan yang dihadapi oleh sektor maritim dalam pemberantasan korupsi. Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh KPK dalam sektor maritim adalah minimnya pengawasan terhadap aktivitas maritim yang tidak terpantau dengan baik. Banyak kegiatan maritim yang berlangsung di luar jangkauan pengawasan, seperti perikanan ilegal, penyelundupan barang, atau eksploitasi sumber daya alam laut yang tidak sah. Pimpinan KPK yang memiliki latar belakang maritim akan lebih peka terhadap permasalahan ini dan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat pengawasan di sektor maritim.

Urgensi memilih pimpinan KPK dengan latar belakang maritim sangat jelas, mengingat banyaknya praktik korupsi yang terjadi di sektor ini. Sektor maritim Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, namun juga menghadapi tantangan besar terkait dengan pengelolaan sumber daya laut dan pemberantasan korupsi. Seorang pimpinan KPK yang memiliki latar belakang maritim akan lebih memahami masalah yang ada dan dapat lebih efektif dalam merumuskan kebijakan yang tepat untuk memberantas korupsi.

Pimpinan KPK yang memahami dinamika sektor maritim juga akan lebih mudah untuk bekerja sama dengan berbagai pihak yang terlibat dalam sektor ini, seperti pemerintah daerah, lembaga pengelola sumber daya alam, serta pihak swasta yang terlibat dalam pembangunan maritim. Kerja sama yang baik antara KPK dan pihak-pihak terkait dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi di sektor maritim dan menciptakan tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel.

Pimpinan KPK yang memiliki latar belakang maritim juga akan lebih memiliki kapasitas untuk memberikan arahan yang jelas kepada para staf KPK yang terlibat dalam investigasi kasus-kasus maritim. Pemahaman yang lebih baik tentang sektor ini akan memungkinkan pimpinan KPK untuk memberikan petunjuk yang lebih tepat dalam penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus korupsi yang terjadi di dunia maritim. (DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.H., M.Mar.)

Sigit Nugroho
Penulis