Tangan-tangan Kotor (sengaja) Lakukan Media Spin dalam Kasus Elpiji 3 Kg?

fin.co.id - 05/02/2025, 13:00 WIB

Tangan-tangan Kotor (sengaja) Lakukan Media Spin dalam Kasus Elpiji 3 Kg?

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes

Terhitung semenjak Awal bulan Februari ini, lebih tepatnya lagi Senin, 3 Januari 2025, media massa di Indonesia, baik yang mainstream maupun alternatif, termasuk semua platform social media, mostly memberitakan atau memperbincangkan perubahan pola distribusi Liquid Petroleum Gas (LPG) alias elpiji, khususnya ukuran 3 kilogram yang selama ini lebih dikenal dengan nama 'gas melon' karena warna hijau khas tabungnya yang menyerupai buah melon.

Bagaimana tidak, masyarakat -termasuk 'rakyat jelata' kalau meminjam istilah dari Jubir istana anggota PCO (President Communication Office) / Kantor Komunikasi Presiden saat itu- yang selama ini sudah patuh kepada anjuran pemerintah, dari kebiasaan lama menggunakan MiNah atau minyak tanah dan kayu bakar, sudah beralih ke gas produksi Pertamina ini. Padahal dulu penggunaan MiNah dan kayu bakar, termasuk arang, sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun sejak lama.

Bukan hal yang mudah saat itu untuk mengubah mindset masyarakat dalam mengkonsumsi bahan pembakar ini, namun setelah sosialiasi (baca: ditambah sedikit 'pemaksaan' dengan kelangkaan MiNah di masa lalu), kini elpiji merupakan kebutuhan dasar masyarakat, mulai dari rumah tangga, pedagang kaki-lima, hingga penjual masakan atau makanan di berbagai tempat karena elpiji (khususnya yang ukuran 3 kg atau melon itu) dipandang cukup praktis dan fleksibel untuk dibawa.

Tak heran maka ketika terjadi pola distribusi elpiji melon yang praktis tanpa sosialiasi di masyarakat, dimana awalnya mudah dibeli dimana saja, termasuk para pengecer di warung-warung berbagai pelosok negeri, mendadak harus antre dan jauh dari distributor resmi. Selain jauh, itupun dibatasi sangat ketat dalam penjualannya ke masyarakat.

Ini bagaikan 'sudah jatuh tertimpa tangga' karena rakyat menjadi tidak ada pilihan lagi selain harus antre berkilometer jauhnya, seperti jaman Indonesia baru merdeka tahun-tahun 45-50 an saja.

Bahkan sebagaimana fakta, yang banyak diberitakan, antrean rakyat ini setidaknya secara nyata sudah memakan korban jiwa. Almh Yonih (63th) seorang ibu rumah tangga di Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, setidaknya telah menjadi korban ke(tidak)bijakan Bahlil yang sangat bahlul ini.

Kompor Bahlil

Almarhumah wafat setelah ditengarai kecapekan akibat mengantri tabung gas melon seharian dan meski sempat akan dibawa ke RS Pamulang, namun sayangnya Tuhan YMK, Allah SWT berkehendak lain 2 hari lalu.

Menanggapi situasi nyaris chaos di masyarakat ini, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai orang yang paling bertanggung jawab di kasus yang sangat memprihatinkan ini, tampak tidak sepenuhnya bisa memberi solusi.

Dia sebelumnya hanya berkata 'sudah dicolek Wapres' dalam tayangan resmi kanal YouTube ESDM. Orang nomor dua di Republik ini pun seperti biasa hanya bisa Fufufafa, alias "FUra-FUra tidak tahu aFA-aFA", padahal seharusnya dengan Jabatan dan kewenangan yang dia miliki bisa ambil peran untuk situasi ini, benar-benar sungguh unfaedah.

Bahlil bahkan tampak 'buang badan' dengan menyalahkan (oknum?) pengusaha yang memonopoli pembelian elpiji tersebut dari distributor dan menjualnya lagi dengan harga diatas HET (Harga Eceran Tertinggi) yang sudah ditetapkan.

Untung Presiden Prabowo Subianto segera gercep memanggilnya dan memberi instruksi tegas agar ke(tidak)bijakan soal pola baru penjualan elpiji tersebut dihentikan dan dikembalikan sebagaimana semula.

Afdal Namakule
Penulis