Polemik Penggunaan Patwal Pejabat, Akademisi Sarankan Naik Angkutan Umum untuk Kurangi Kemacetan

fin.co.id - 27/01/2025, 10:34 WIB

Polemik Penggunaan Patwal Pejabat, Akademisi Sarankan Naik Angkutan Umum untuk Kurangi Kemacetan

Polemik Penggunaan Patwal Pejabat, Akademisi Sarankan Naik Angkutan Umum untuk Kurangi Kemacetan

fin.co.id - Polemik mengenai penggunaan patwal oleh pejabat terus memanas. Pengawalan kendaraan dinilai menciptakan ketidakadilan dan menambah kemacetan di jalanan.

Djoko Setijowarno, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, mengkritisi praktik ini, yang kerap memicu persepsi negatif masyarakat.

Menurut Djoko, iring-iringan kendaraan yang dikawal patwal, termasuk yang melibatkan kendaraan dengan pelat RI 36, baru-baru ini ramai dibicarakan di media sosial.

Ia menyoroti ketidaksesuaian penggunaan fasilitas ini oleh pejabat yang seharusnya lebih memperhatikan kepentingan publik.

Djoko mengingatkan tentang Pasal 134 dan 135 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang mengatur kendaraan dengan hak utama. Di dalam undang-undang itu, prioritas hanya diberikan kepada kendaraan pemadam kebakaran, ambulans, pengantar jenazah, serta pimpinan negara seperti Presiden dan Wakil Presiden.

Namun, Djoko mengkritisi rendahnya sanksi yang diberikan kepada penyalahgunaan hak utama jalan. "Sanksi maksimal berupa kurungan satu bulan atau denda Rp 250 ribu dalam Pasal 287 ayat 4 terlalu ringan. Revisi undang-undang ini penting agar ada efek jera," ujar Djoko.

Salah satu usulan Djoko untuk mengurangi dampak negatif patwal adalah dengan mendorong pejabat negara untuk menggunakan angkutan umum.

"Layanan angkutan umum Jakarta kini sudah sangat memadai, mencapai 89,5 persen wilayah. Pejabat negara seharusnya bisa mulai mencoba menggunakan transportasi umum minimal seminggu sekali," tegasnya.

Djoko juga menyarankan pembatasan pengawalan hanya untuk Presiden dan Wakil Presiden, sedangkan pejabat lainnya tidak perlu lagi dikawal menggunakan patwal.

Ia percaya bahwa langkah ini dapat mengurangi kemacetan dan stres warga yang sering terganggu oleh suara sirene kendaraan patwal di jalan.

Selain itu, Djoko menekankan pentingnya menindak oknum aparat penegak hukum yang memberikan pengawalan ilegal karena menerima imbalan.

"Pengawalan harus sesuai dengan tugas Polri. Penyalahgunaan kewenangan seperti ini harus dihentikan," tambahnya.

Dengan kebijakan yang lebih tegas, Djoko berharap akan ada peningkatan kepatuhan hukum dari pejabat negara dan kesadaran mereka terhadap kehidupan sosial masyarakat.

"Jika pejabat menggunakan angkutan umum, mereka akan lebih memahami realitas kehidupan masyarakat yang sesungguhnya," pungkas Djoko. (Sabrina/DSW)

Sigit Nugroho
Penulis