fin.co.id - Pemilik produk sincare MH Miracle Whitening Skin, Mira Hayati kini jadi tersangka dan ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan atas kasus kosmetik bermerkuri.
Produk skincare Mira Hayati disebut berbahaya karena menggunakan merkuri. Mira kini ditahan bersama dengan dua pelaku lainnya, yakni Agus Salim (AS), dan suami Fenny Frans, Mustadir Dg Sila (M Dg S). Ketiganya ditahan setelah 3 bulan lalu ditetapkan sebagai tersangka.
"Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan di lapangan terdapat beberapa produk yang beredar di wilayah Sulsel, di antaranya adalah FF, RG, MH, MG, DG dan NRL (dinyatakan mengandung merkuri)," kata Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono.
Mira Hayati dikenal karena gaya hidup glamornya. Ia kerap memamerkan koleksi perhiasan emas yang mencolok di akun media sosialnya. Kalung besar, gelang, dan tas berbahan emas menjadi ciri khas penampilannya. Ia juga pameriakn as Hermes Birkin dan tas Lady Dior senilai Rp553 juta.
Sejumlah harta itu dia dapatkan dari usaha skincare berbahaya tersebut. Bahkan dari usaha ini pendapatannya mencapai miliaran rupiah per bulannya.
Namun, kasus skincare Mira Hayati menggunakan merkuri mencuat setelah adanya laporan dari Masyarakat yang mencurigai.
Baca Juga
BBPOM Makassar lalu turun tangan melakkan mengkajian. Ternyata ditemukan bahwa ada bahwa enam merek kosmetik, termasuk milik Mira Hayati, mengandung merkuri.
Produk seperti Mira Hayati Lightening Skin dan Night Cream ternyata mengandung bahan kimia yang melampaui batas aman.
"Ada oknum yang menambahkan bahan berbahaya," jelas Kepala BBPOM Makassar, Hariani, dalam konferensi pers.
Tindakan penindakan dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel. Hasil uji laboratorium menunjukkan dampak merkuri dapat menyebabkan kerusakan kesehatan serius, termasuk risiko kanker kulit dan gangguan saraf.
Mira Hayati lalu jadi tersangka sejak 3 bulan lalu. Kemudian baru ditahan kemarin. Dalam kasus ini, Mira diduga melanggar pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen dan Kesehatan. (*)