fin.co.id - Kamu pastinya udah pernah dengar tentang ADHD? Tapi gak paham bener apa sih kondisi ini!
Attention Deficit Hyperactivity Disorder, atau yang dikenal dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH), adalah gangguan yang seringkali dialami oleh anak-anak.
Menurut data yang dirilis oleh situs resmi IDI Kabupaten Jepara (https://idikabjepara.org), sekitar 15 persen anak usia sekolah di Indonesia mengalami ADHD.
Jadi, bisa dibilang 1 dari 20 anak punya kemungkinan mengalami kondisi ini.
Kondisi ADHD ini bukan cuma soal anak yang nggak bisa diam atau sulit fokus lho.
Gangguan ini bisa berdampak pada konsentrasi anak dalam belajar, berinteraksi dengan teman-teman, bahkan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Maka dari itu, penting banget buat kita memahami apa itu ADHD dan bagaimana cara menanganinya.
Baca Juga
Apa Itu ADHD dan Kenapa Bisa Terjadi?
Berdasarkan penjelasan dari IDI Kabupaten Jepara, ADHD adalah gangguan mental yang menyebabkan anak-anak kesulitan untuk berkonsentrasi, cenderung hiperaktif, dan memiliki perilaku impulsif.
Dan ternyata, ADHD ini seringkali bersifat kronis, artinya bisa berlangsung lama dan mempengaruhi kehidupan anak dalam jangka panjang.
Gejala yang muncul bisa berbeda-beda pada setiap anak, tapi secara umum, anak dengan ADHD mungkin akan lebih sulit untuk duduk diam, fokus dalam kegiatan yang membutuhkan perhatian, atau sering kali bertindak tanpa berpikir dulu.
Tapi, dari mana sih asal-usul gangguan ini? Ada beberapa faktor yang bisa memicu terjadinya ADHD, lho. Salah satunya adalah faktor genetik.
Kalau ada anggota keluarga yang pernah mengalami ADHD, anak-anak mereka punya peluang lebih besar untuk mengalami kondisi yang sama.
Selain itu, ketidakseimbangan neurotransmitter di otak, seperti dopamin, juga diketahui berperan dalam perkembangan ADHD. Ini berkaitan dengan struktur otak yang mungkin berbeda dengan anak-anak lainnya.
Lingkungan juga memegang peranan penting. Misalnya, paparan terhadap zat kimia beracun seperti pestisida atau timbal selama kehamilan atau masa kanak-kanak bisa meningkatkan risiko ADHD.
Anak yang lahir prematur atau dengan berat badan lahir rendah juga memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami gangguan ini.