fin.co.id – Polda Jawa Tengah akhirnya menetapkan tiga tersangka dalam kasus bullying yang melibatkan mahasiswi PPDS Anestesiologi Undip, dokter Aulia Risma.
Kasus ini memicu keprihatinan di kalangan masyarakat, mengingat tersangka terdiri dari pejabat akademik hingga senior korban yang semestinya menjadi teladan dalam lingkungan pendidikan.
Ketiga tersangka tersebut adalah TE, yang menjabat sebagai Kepala Program Studi (Kaprodi) PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), SM sebagai Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi, dan Z, seorang mahasiswa senior di prodi yang sama.
Kasus ini berawal dari dugaan pemerasan dan penipuan terhadap korban, yang ditengarai telah mengarah pada tindakan kekerasan verbal dan mental.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Kombes Dwi Subagio, mengonfirmasi bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah gelar perkara yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Bareskrim.
“Kami sedang proses administrasi penyidikan,” ujar Dwi melalui pesan singkat pada Selasa, 24 Desember 2024.
Modus Pemerasan dan Penipuan dalam Dunia Pendidikan
Baca Juga
Tersangka TE, sebagai Kaprodi, diduga memanfaatkan posisi dan kewenangannya untuk meminta sejumlah uang dari korban yang tidak tercatat dalam ketentuan akademik.
"Barang bukti yang ditemukan berupa uang sebesar Rp 97 juta," kata Kombes Artanto, Kabid Humas Polda Jateng.
Sementara itu, SM ikut terlibat dalam pemerasan dengan cara meminta uang langsung dari korban yang berperan sebagai bendahara.
Z, senior korban, berperan aktif dalam memberikan tekanan mental dengan kata-kata kasar dan bullying terhadap korban yang lebih muda.
Kasus ini tidak hanya mencoreng dunia pendidikan, tetapi juga menyoroti adanya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan di lingkungan kampus.
Meski para tersangka belum ditahan, Kombes Artanto menegaskan bahwa penyidik tidak menghadapi kendala dalam proses hukum ini, meskipun kasus dilaporkan sejak 4 September 2024.
Ancaman Hukum hingga 9 Tahun Penjara
Ketiga tersangka dijerat dengan beberapa pasal, di antaranya Pasal 368 ayat 1 KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dan Pasal 335 ayat 1 KUHP terkait pemaksaan.
Dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun penjara, pihak berwenang berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus yang mencoreng dunia pendidikan ini.