Makna Tema Natal 2024, 'Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem'

fin.co.id - 25/12/2024, 16:31 WIB

Makna Tema Natal 2024,  'Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem'

Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo berbicara soal ketidakpastian ekonomi yang tengah dialami Indonesia. Foto: Ann/Disway Group

fin.co.id - Perayaan Natal 2024 bertajuk 'Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem' menyoroti kesadaran umat untuk lebih memperhatikan kelompok yang terpinggirkan. Tema ini juga bertujuan agar Indonesia "menjadi Betlehem" yang melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak ingin dilayani, tetapi sungguh-sungguh ingin melayani seluruh bangsa.

"Secara harfiah yang paling sederhana ya mereka bernyanyi, beriang gembira, berjingkrak-jingkrak memuji dan memuliakan Allah. Tapi rasa-rasanya, ada sesuatu yang jauh lebih dalam daripada sekadar yang lahiriah," ungkap Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo di Gereja Katedral Jakarta, Rabu 25 Desember 2024.

Sementara dalam tafsirannya, kata dia, dalam perjumpaan dengan Yesus yang lahir pada gembala itu sampai pada keyakinan menemukan dan menyadari bahwa hidup mereka diciptakan untuk memuji dan memuliakan Allah.

Sayangnya, saat ini banyak orang merasa bangga baahwa kehormatan dirinya terletak pada pangkat, kekuasaan, pada segala macam hal yang lahirnya mengingkari, mencederai jati diri manusia tersebut.

Sehingga mereka akan melakukan segala macam cara untuk mengejar pangkat dan gengsinya.

"Mereka lupa bahwa jati diri manusia yang paling dasar yang seringkali dicederai adalah menusia itu diciptakan untuk memuji dan memuliakan Allah. Adapun sikap dasar dari perwujudan hal ini adalah keberpihakan kepada Allah serta kelompok yang terpinggirkan," katanya.

"Perwujudan jati diri manusia seperti itu yang paling jelas dan yang paling dituntut untuk sepanjang masa adalah keberpihakan."

Seperti halnya kisah para gembala yang termasuk dalam kelompok terpinggirkan.

"Allah berpihak kepada para gembala yang di dalam masyarakat itu disisihkan, tidak diperhitungkan, terpinggirkan, tidak dianggap karena mereka tidak mampu," tandasnya.

Dengan status mereka sebagai gembala, lanjut Suharyo, mereka dianggap tidak mungkin bisa memenuhi syarat yang dituntut pada zaman tersebut untuk terlibat, baik di dalam masyarakat maupun keagamaan,

Dipilihnya para gembala sebagai penerima kabar gembira ini lantaran Allah berpihak kepada kebenaran, keadilan, dan kebaikan bersama.

Keberpihakan ini kepada yang terpinggirkan ini tertuang dalam pilar-pilar ajaran sosial gereja.

Ajaran yang sudah digaungkan sejak 2022 tersebut meliputi lima pilar, yakni menghormati martabat manusia, kebaikan bersama, solidaritas dan kesetiakawanan, keberpihakan kepada yang kurang beruntung, dan keutuhan ciptaan.

(Ann)

Mihardi
Penulis