Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Setujui 11 Pengajuan Restorative Justice dalam Kasus Narkoba dan Penggelapan

fin.co.id - 19/12/2024, 15:22 WIB

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Setujui 11 Pengajuan Restorative Justice dalam Kasus Narkoba dan Penggelapan

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Setujui 11 Pengajuan Restorative Justice dalam Kasus Narkoba dan Penggelapan

fin.co.id – Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, telah menyetujui 11 pengajuan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (RJ) dalam rangka mengedepankan pendekatan hukum yang lebih manusiawi dan berbasis pada perdamaian.

Penyelesaian perkara melalui RJ ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi para pelaku tindak pidana, terutama bagi yang terjerat kasus narkotika dan penggelapan, untuk menjalani proses hukum secara adil dengan mempertimbangkan unsur rehabilitasi dan penyelesaian masalah secara musyawarah.

Dua Kasus Narkoba Diselesaikan Melalui Restorative Justice

Dua perkara tindak pidana narkotika berhasil diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif pada Kamis, 19 Desember 2024, setelah disetujui oleh JAM-Pidum. Kasus pertama melibatkan Gopal Aidel Akbar alias Ide AK Kusnandar dari Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang disangka melanggar Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kasus kedua melibatkan Achmad Tino Aprian Utama bin M. Nasir dari Kejaksaan Negeri Muaro Jambi, yang disangka melanggar pasal serupa.

Alasan penyelesaian perkara ini melalui RJ didasarkan pada berbagai faktor, termasuk hasil pemeriksaan laboratorium forensik yang menunjukkan bahwa kedua tersangka positif menggunakan narkotika.

Selain itu, berdasarkan penyidikan lebih lanjut dengan metode know your suspect, ditemukan bahwa kedua tersangka bukan merupakan bagian dari jaringan peredaran gelap narkotika, melainkan hanya sebagai pengguna akhir (end user).

Penilaian dari hasil asesmen terpadu juga mengkategorikan keduanya sebagai pecandu narkotika, yang membutuhkan rehabilitasi dan bukan tindakan pidana lebih lanjut.

Sembilan Perkara Lain Juga Diselesaikan dengan Restorative Justice

Selain dua kasus narkoba, ada juga sembilan perkara lainnya yang diselesaikan melalui keadilan restoratif. Salah satunya adalah kasus Hidayat Fahmi bin Ardiani dari Kejaksaan Negeri Barito Selatan, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan.

Kasus ini bermula dari tindak penggelapan uang hasil transaksi ayam potong yang dilakukan oleh tersangka. Meskipun demikian, melalui musyawarah yang melibatkan semua pihak, tersangka akhirnya menyetujui untuk mengganti kerugian korban sebesar Rp2.350.000,00 dan meminta maaf secara langsung kepada korban.

Dalam hal ini, Kejaksaan Negeri Barito Selatan bekerja sama dengan jaksa fasilitator untuk memfasilitasi penyelesaian perkara melalui RJ, dengan kesepakatan bahwa proses hukum terhadap tersangka dihentikan setelah perdamaian tercapai.

Selain kasus penggelapan ini, ada juga delapan kasus lainnya yang melibatkan tindak pidana seperti penganiayaan, pencurian, penipuan, dan pengancaman. Dalam semua kasus tersebut, para tersangka berhasil mencapai kesepakatan perdamaian dengan korban, yang dilanjutkan dengan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif.

Beberapa faktor yang mendasari keputusan ini antara lain, tidak ada unsur tekanan dalam proses perdamaian, tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya, dan masyarakat juga memberikan respon positif terhadap penyelesaian perkara ini.

Pendekatan Keadilan Restoratif: Solusi Alternatif dalam Penegakan Hukum

Penerapan Restorative Justice oleh Kejaksaan Agung ini merupakan langkah signifikan dalam menciptakan sistem peradilan yang lebih humanis dan berbasis pada pemulihan, bukan hanya penghukuman.

Pendekatan ini memberikan kesempatan bagi pelaku tindak pidana untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, memperbaiki kerugian yang dialami korban, dan meminimalisir dampak sosial dari proses hukum yang panjang.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk nyata dari pelaksanaan asas Dominus Litis Jaksa, yang memberikan ruang bagi penyelesaian perkara melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif.

Sigit Nugroho
Penulis