fin.co.id – Janji calon bupati dan wakil bupati Muara Enim, Edison-Sumarni, untuk memberikan bantuan Rp 100 juta bagi setiap kepala keluarga (KK) yang terdaftar di daerah tersebut menuai kritik tajam.
Koalisi Keadilan menyebut janji tersebut sebagai praktik politik uang atau money politics, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi yang bersih.
Janji yang disebarluaskan melalui poster dan pesan WhatsApp ini tak hanya menawarkan uang tunai Rp 100 juta untuk setiap KK, namun juga mencakup program bantuan Rp 1 miliar untuk setiap desa dan kelurahan serta pondok pesantren.
Janji yang terkesan berlebihan ini langsung menuai sorotan, baik dari masyarakat maupun pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan pilkada.
Koalisi Keadilan Soroti Potensi Money Politics dalam Janji Kampanye
Koalisi Keadilan menilai bahwa janji tersebut memenuhi unsur-unsur politik uang yang diatur dalam Undang-Undang Pilkada.
Menurut mereka, janji pemberian uang tunai tersebut berpotensi mempengaruhi pilihan pemilih, yang jelas-jelas melanggar etika pilkada yang adil dan jujur.
Fuad Adnan, Koordinator Koalisi Keadilan, mengungkapkan bahwa Bawaslu dan KPUD Muara Enim harus segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan praktik politik uang ini.
Baca Juga
“Jika janji Rp 100 juta per KK itu dijanjikan sebagai imbalan atas dukungan suara, maka ini jelas-jelas melanggar ketentuan UU Pilkada. Bawaslu harus proaktif memeriksa hal ini. Kami tidak ingin pilkada dirusak oleh praktik-praktik kotor yang merusak prinsip demokrasi,” ujar Fuad Adnan dalam keterangan resminya, Kamis, 19 Desember 2024.
Kalkulasi Biaya Program yang Tidak Masuk Akal
Koalisi Keadilan juga menyarankan agar masyarakat dan instansi terkait mengkritisi janji tersebut secara lebih realistis.
Mengingat APBD Kabupaten Muara Enim yang hanya berjumlah Rp 4,3 triliun, janji untuk memberikan Rp 100 juta kepada setiap KK dinilai sangat tidak masuk akal.
Dengan populasi sekitar 460 ribu jiwa, yang berarti sekitar 115 ribu KK, program tersebut akan memerlukan anggaran sekitar Rp 11,5 triliun – jauh lebih besar dari total APBD Muara Enim yang hanya Rp 4,3 triliun.
Fuad Adnan menilai janji ini tidak hanya berpotensi merusak integritas pilkada, tetapi juga merupakan pembohongan publik.
“Jika janji ini dipenuhi, mereka akan membutuhkan dana sekitar Rp 115 triliun, padahal APBD kita hanya Rp 4,3 triliun. Ini jelas tidak realistis dan bisa menimbulkan kesalahpahaman besar di kalangan masyarakat,” jelas Fuad.
Politik Uang Merusak Kepercayaan Publik
Kritik keras ini mengingatkan kembali pada pentingnya menjaga integritas pilkada, dengan menghindari segala bentuk manipulasi yang dapat merusak kepercayaan publik.
Politik uang, selain ilegal, juga dapat menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilihan, dengan mengutamakan janji-janji yang tak realistis dan bertujuan meraup suara dengan cara yang tidak sah.