fin.co.id – Dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks, pengamat intelijen dari Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta, mengingatkan bahwa komunitas intelijen Indonesia perlu memikirkan ulang intelligence cycle yang ada dan menyesuaikannya dengan perkembangan ancaman yang lebih bervariasi.
Menurutnya, saat ini operasi intelijen tidak hanya dilakukan oleh aktor negara, tetapi juga oleh non-state actors, seperti kelompok teroris dan sektor swasta, yang memiliki kemampuan intelijen yang semakin canggih.
Dalam Seminar "Tantangan dan Kompleksitas Intelijen" yang diselenggarakan oleh Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Riyanta mengungkapkan bahwa akses terhadap literatur intelijen yang mudah ditemukan di publik, seperti teknik sabotase dan strategi intelijen lainnya, memungkinkan kelompok teroris untuk menggunakan taktik intelijen dalam operasional mereka.
"Kelompok teroris bekerja dengan sangat senyap dan melakukan aksi teror yang berhasil karena mereka menggunakan cara-cara intelijen," jelas Riyanta, menekankan pentingnya menanggapi ancaman ini dengan operasi kontra intelijen yang lebih terstruktur dan terkoordinasi.
Peran Intelijen Swasta dalam Dunia Bisnis
Selain itu, Riyanta juga mencatat bahwa sektor swasta kini semakin terlibat dalam dunia intelijen. Perusahaan-perusahaan besar mulai mengadopsi teknik-teknik intelijen untuk mendeteksi ancaman yang dapat mempengaruhi stabilitas operasional mereka.
Dalam konteks ini, framework intelligence cycle yang digunakan oleh sektor swasta lebih kompleks dan terperinci dibandingkan dengan siklus intelijen tradisional, yang meliputi tahapan planning, collecting, collation, analysis, dan dissemination.
"Dunia bisnis lebih taat dan lebih menyesuaikan dengan kebutuhan mereka," ujar Riyanta. Dia menambahkan bahwa perkembangan pesat di sektor swasta ini mengancam komunitas intelijen negara yang masih menggunakan pendekatan tradisional dalam menghadapi ancaman.
Baca Juga
Pentingnya Kontra Intelijen dalam Mencegah Ancaman Dini
Riyanta juga mengingatkan bahwa siklus intelijen yang digunakan saat ini lebih cenderung untuk deteksi dini dan kurang efektif untuk pencegahan dini. Oleh karena itu, ia mendorong agar komunitas intelijen negara mulai memikirkan framework baru yang mampu mengakomodasi fungsi kontra intelijen dalam menangani ancaman yang semakin berkembang.
"Cegah dini itu perlu dilakukan dengan operasi kontra intelijen jika pihak-pihak yang mengancam menggunakan cara-cara intelijen," tegasnya.
Diskusi ini, menurutnya, menjadi langkah penting untuk menciptakan intelligence cycle yang lebih efektif, yang tidak hanya mengandalkan deteksi tetapi juga mampu mencegah potensi ancaman sejak dini.
Integrasi Kontra Intelijen dalam Operasi Intelijen
Dalam pandangan praktisi intelijen Dr. Aloysius Mado, operasi kontra intelijen, penyelidikan, dan penggalangan sudah menjadi bagian dari Roda Perputaran Intelijen di badan intelijen.
Setelah menjalankan intelligence cycle tradisional, pimpinan badan intelijen menilai apakah diperlukan operasi lanjutan, yang melibatkan kontra intelijen.
Mado menjelaskan bahwa meskipun operasi kontra intelijen dan penyelidikan tidak menjadi bagian langsung dari intelligence cycle, mereka tetap merupakan bagian dari eksekusi yang dilaksanakan setelah siklus intelijen dilakukan.
"Operasi kontra intelijen, operasi penyelidikan, dan operasi penggalangan bersifat temporal dan tidak dilakukan secara rutin," tambahnya.
Siklus Intelijen yang Tidak Linear
Wakil Kepala Detasemen Khusus 88 Mabes Polri, Brigjen Pol. I Made Astawa, juga memberikan pandangannya terkait siklus intelijen. Menurutnya, dalam prakteknya, siklus intelijen tidak berjalan secara linear.