IAKMI: Tak Perlu Label "Berpotensi Mengandung BPA" pada Galon AMDK Terstandarisasi, Pengawasan Lebih Penting

fin.co.id - 06/11/2024, 21:36 WIB

IAKMI: Tak Perlu Label

fin.co.id – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menilai bahwa pelabelan "berpotensi mengandung BPA" pada galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang telah terstandarisasi, seperti yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), tidak diperlukan.

Menurut IAKMI, yang lebih penting adalah pengawasan ketat terhadap kualitas dan keamanan seluruh jenis air minum yang beredar di pasaran, termasuk yang dijual di depot air minum isi ulang.

Dr. Hermawan Saputra, Ketua Umum Pengurus Pusat IAKMI, dalam sebuah webinar yang diadakan oleh Pusat Riset Konsumen Ganesha, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa konsumsi AMDK terstandarisasi berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.

“Tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan terhadap produk AMDK yang sudah terstandarisasi. Tidak ada survei yang menunjukkan bahwa konsumsi AMDK berstandar itu menyebabkan gangguan kesehatan,” ujarnya.

Dr. Hermawan yang juga seorang akademisi dan pakar kesehatan, lebih menyoroti masalah yang muncul dari penggunaan air minum isi ulang yang banyak dijual di depot-depot, yang terkadang kurang memperhatikan aspek kebersihan dan sanitasi.

“Kami lebih tertarik untuk meneliti produk air minum isi ulang yang banyak beredar di masyarakat. Ada banyak kasus gangguan kesehatan, seperti diare atau ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), terutama pada bayi dan balita,” lanjutnya.

Menurut IAKMI, masalah ini lebih banyak disebabkan oleh kontaminasi bakteri yang muncul akibat mesin dispenser atau pompa yang tidak terjaga kebersihannya, bukan karena bahan kemasan galon itu sendiri.

Penegasan ini juga didukung oleh temuan dari Balai Besar Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBKFK) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang melakukan uji migrasi Bisfenol-A (BPA) pada galon polikarbonat dari berbagai merek.

Hasilnya menunjukkan bahwa kandungan BPA dalam galon-galon tersebut jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Manajer Teknis BBKFK, Roni Kristiono, menjelaskan bahwa seluruh galon yang diuji masih berada dalam batas aman, yakni di bawah 0,6 bagian per juta (bpj). “Hasil penelitian menunjukkan bahwa migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat yang diuji selalu berada jauh di bawah angka 0,012 bpj, jauh lebih rendah dari batas yang ditetapkan BPOM,” ungkapnya.

Dukungan lain datang dari Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin, yang juga melakukan penelitian serupa terhadap galon AMDK berbahan polikarbonat. Dalam studi yang mencakup beberapa merek ternama di Jawa Barat, tidak ditemukan kandungan BPA yang dapat mengkhawatirkan.

“Dari hasil uji yang kami lakukan, semua sampel yang diuji tidak menunjukkan adanya peluruhan BPA. Semua masih di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM, SNI, dan standar internasional lainnya,” ujar Zainal.

Studi yang dilakukan di ITB menggunakan metode uji yang sangat ketat dan alat canggih, termasuk High Performance Liquid Chromatography (HPLC), untuk mendeteksi keberadaan BPA dengan akurasi yang tinggi. Zainal menambahkan bahwa hasil ini penting untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat mengenai keamanan dan kualitas AMDK, serta mengurangi kekhawatiran yang tidak berdasar.

Meskipun demikian, baik IAKMI, BBKFK, maupun ITB sepakat bahwa yang perlu lebih diperhatikan adalah pemantauan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap proses distribusi dan penyimpanan air minum, termasuk air isi ulang.

Semua pihak menyarankan agar konsumen lebih berhati-hati dalam memilih produk air minum yang tidak terjamin kualitasnya, seperti yang sering ditemukan pada depot-depot yang kurang memperhatikan kebersihan dan sanitasi.

Sigit Nugroho
Penulis