fin.co.id – Rencana pemerintah untuk mengalihkan subsidi energi, termasuk bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) menuai kritik tajam dari sejumlah ekonom dan pengamat.
Kebijakan yang bertujuan untuk menargetkan bantuan kepada masyarakat miskin ini dinilai berpotensi menambah beban ekonomi bagi kelompok masyarakat yang sebelumnya mendapat manfaat subsidi langsung berupa harga BBM yang lebih murah.
Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN) 'Veteran' Jakarta, menilai bahwa meskipun BLT dapat menjadi salah satu alternatif untuk memastikan subsidi tepat sasaran, skema ini memiliki sejumlah kelemahan yang perlu diperhatikan.
Salah satunya adalah potensi kenaikan harga BBM, yang dapat memengaruhi daya beli masyarakat.
Kenaikan Harga BBM Berdampak Langsung pada Masyarakat
"Jika harga BBM, khususnya Pertalite dan Solar, naik sesuai dengan fluktuasi pasar, maka masyarakat yang sebelumnya mendapat subsidi akan merasakan beban yang lebih besar," ujar Achmad kepada Disway, Selasa, 5 Oktober 2024.
Menurutnya, meski pemerintah menjanjikan bantuan tunai melalui BLT untuk masyarakat kurang mampu, nilai BLT yang diberikan kemungkinan besar tidak akan cukup untuk menutupi kenaikan harga yang terus berlanjut.
Kenaikan harga BBM akan langsung berdampak pada harga barang-barang kebutuhan pokok lainnya, seperti makanan dan transportasi, yang akan menjadi lebih mahal.
Baca Juga
“Bagi masyarakat kelas menengah bawah yang sebelumnya masih mampu membeli BBM dengan harga subsidi, kenaikan harga ini akan mempengaruhi anggaran rumah tangga mereka,” jelas Achmad.
Peningkatan harga BBM juga diperkirakan akan mendorong inflasi yang lebih tinggi, yang berpotensi memperburuk daya beli masyarakat, bahkan meski mereka menerima bantuan tunai.
"Meskipun ada bantuan melalui BLT, dana tersebut bisa habis dengan cepat, dan itu tidak memberikan solusi jangka panjang untuk menangani dampak inflasi yang berkelanjutan," tambahnya.
Risiko Ketimpangan dalam Distribusi BLT
Achmad juga menggarisbawahi tantangan lain terkait distribusi BLT yang mungkin tidak merata. Banyak masyarakat miskin yang tidak terdaftar dalam sistem bantuan sosial atau tidak memiliki akses yang memadai untuk menerima bantuan tunai tersebut. Hal ini dapat menciptakan ketimpangan baru dan merugikan kelompok yang sebenarnya membutuhkan bantuan.
"Skema BLT ini berisiko menciptakan ketidakadilan baru, karena tidak semua orang yang membutuhkan akan mendapatkan bantuan. Selain itu, sistem pendataan yang tidak sempurna atau terbatasnya akses ke teknologi untuk pencairan BLT juga bisa memperburuk masalah ini," ujar Achmad.
Pentingnya Perencanaan dan Komitmen Pemerintah
Meskipun perubahan skema subsidi dari harga BBM yang lebih murah menjadi bantuan tunai berpotensi mengurangi beban anggaran negara, Achmad menekankan bahwa pelaksanaan kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak merugikan kelompok masyarakat yang selama ini bergantung pada subsidi langsung.
"Jika pemerintah serius ingin mengubah skema subsidi BBM menjadi BLT, maka harus ada komitmen kuat untuk menjaga stabilitas harga, agar kenaikan harga BBM tidak memicu inflasi yang meluas dan semakin menambah beban ekonomi bagi masyarakat miskin," tegas Achmad.