fin.co.id - Pasar modal Indonesia memasuki bulan November dengan berita kurang menggembirakan, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan sebesar 0,91%, berakhir di level 7.505 pada Jumat, 1 November 2024.
Penurunan ini mencerminkan kerugian sebesar 190 poin dibandingkan penutupan pekan sebelumnya yang berada di 7.695. Di tengah penurunan ini, investor asing melakukan arus keluar ekuitas mencapai USD 200 juta dalam seminggu terakhir.
Sorotan Performa Sektor
Dalam laporan mingguan dari PT Ashmore Asset Management Indonesia, terlihat bahwa sektor Transportasi & Logistik dan Consumer Non-Cyclical menjadi penyebab utama kemerosotan IHSG, masing-masing terjun sebesar -2,85% dan -2,73%.
Sebaliknya, sektor Properti & Real Estat serta Consumer Cyclicals menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan masing-masing 0,89% dan 0,39%.
Peningkatan harga komoditas seperti CPO (+6,76%) dan Bitcoin (+3,89%) turut mencuri perhatian, seiring dengan meningkatnya kemungkinan kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS.
Namun, sentimen ini tidak mampu mendongkrak pasar secara keseluruhan, dengan indeks IDX30 dan LQ45 mengalami koreksi masing-masing sebesar -3,62% dan -3,25%.
Imbal Hasil dan Ketidakpastian Global
Salah satu faktor yang memengaruhi pasar adalah tingkat imbal hasil US Treasury yang tetap tinggi, dipicu oleh kekhawatiran akan defisit fiskal yang lebih besar jika Trump menang.
Baca Juga
Data terbaru menunjukkan imbal hasil obligasi 10 tahun AS berada di 4,29% dan 2 tahun di 4,18%, naik sekitar 60 basis poin. Sementara itu, data ekonomi AS menunjukkan adanya perlambatan, dengan lowongan kerja di titik terendah sejak Januari 2021 dan pertumbuhan PDB yang berada di bawah ekspektasi.
Di Eropa, meskipun terdapat inflasi dan pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dari yang diperkirakan, Jerman menghadapi tantangan dengan pertumbuhan negatif selama enam kuartal berturut-turut.
Sementara itu, di Asia, Jepang mempertahankan suku bunga sesuai ekspektasi, namun kepercayaan konsumen menunjukkan penurunan.
Outlook Inflasi dan Suku Bunga
Di Indonesia, inflasi menunjukkan tren penurunan menjadi 1,71%, meskipun masih dalam batas target Bank Indonesia (BI). Namun, inflasi inti menunjukkan angka tertinggi sejak Juli 2023, mengindikasikan tekanan harga yang berpotensi meningkat di masa depan.
Ashmore menekankan bahwa BI memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga jika inflasi mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Dengan memasuki minggu penting menjelang pemilihan umum AS, ketidakpastian politik dan ekonomi global menjadi sorotan utama.
Hasil jajak pendapat terbaru menunjukkan persaingan ketat antara kandidat, dengan dampak signifikan terhadap kebijakan fiskal AS ke depan.
Kesimpulan dan Saran
Meskipun pasar saham dan obligasi Indonesia mengalami koreksi, Ashmore menyatakan bahwa katalis untuk potensi reli masih ada.