Kementerian Hukum Siap Jalani Putusan MK Soal UU Cipta Kerja

fin.co.id - 04/11/2024, 17:51 WIB

Kementerian Hukum Siap Jalani Putusan MK Soal UU Cipta Kerja

Mahkamah Konstitusi mulai gelar sidang perkara PHPU Pileg 2024.

fin.co.id - Pemerintah melalui Kementerian Hukum patuh dan siap mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal judicial review Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Kementerian Hukum (Kemkum) siap mematuhi putusan MK yang diajukan Partai Buruh dan enam lainnya.

"Yang pasti pemerintah taat dan patuh terhadap putusan MK, karena itu kita akan melakukan sesuai dengan putusan MK," kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas usai rapat dengan Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 4 November 2024.

Dia memastikan, tidak ada kekosongan hukum terkait UU yang mengatur ketenagakerjaan. Sebab, MK memerintahkan pembentuk UU yang mengatur ketenagakerjaan.

"Terkait putusan MK sesungguhnya tidak ada kekosongan hukum, karena di dalam putusan MK sudah jelas bahwa ada perintah MK dalam waktu dua tahun disusun sebuah Undang-Undang dan mengeluarkan klaster Ketenagakerjaan menjadi Undang-Undang sendiri, yakni Undang-Undang Ketenagakerjaan, harusnya tidak ada masalah, waktu bagi pembuat Undang-Undang itu masih sangat cukup ya," tutur Supratman.

Lebih lanjut, dia mengaku akan melaporkan langsung ke Presiden Prabowo Subianto untuk menindaklanjuti putusan MK. "Putusan MK dan kami sudah bahas dengan Menko Perekonomian, kalau enggak salah nanti jam setengah 5 kita lapor ke Pak Presiden terkait dengan langkah-langkah yang harus diambil," terangnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan judicial review dari aliansi buruh, termasuk Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya, terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau UU Ciptaker.

Salah satu yang diubah yaitu Pasal 79 ayat (2) huruf b dalam Pasal 81 angka 25 Lampiran UU Ciptaker Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang mengatur istirahat mingguan satu hari dalam enam hari kerja.

Terkait hal ini, majelis hakim menyatakan Pasal 79 ayat 2 huruf b dalam Pasal 61 angka 25 UU Cipta Kerja, yang mengatur tentang istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Menyatakan Pasal 79 ayat 2 huruf b dalam Pasal 81 angka 25 UU 6/2023 yang menyatakan 'Istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu'," kata majelis hakim dikutip, Jumat 1 November 2024.

Setidaknya ada 21 pasal yang diubah oleh MK, berikut daftar lengkapnya:

1. Menyatakan frasa 'Pemerintah Pusat' dalam Pasal 42 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 4 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'menteri yang bertanggung jawab di bidang (urusan) ketenagakerjaan in casu menteri Tenaga Kerja'.

2. Menyatakan Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 UU 6/2023 yang menyatakan 'tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Tenaga kerja asing dapa dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia'.

3. Menyatakan Pasal 56 ayat (3) dalam pasal 81 angka 12 UU 6/2023 yang menyatakan 'Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja', bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 (lima) tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan'.

4. Menyatakan Pasal 57 ayat 1 dalam pasal 81 angka 13 UU 6/2023 yang menyatakan 'Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat tertulis serta harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf latin', bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin'.

5. Menyatakan pasal 64 ayat 2 dalam pasal 81 angka 18 UU 6/2023 yang menyatakan 'Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan dimaksud pada ayat (1)' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya'.

Mihardi
Penulis