Sempat Bebas, Ronald Tannur Kini Kembali Ditangkap di Surabaya

fin.co.id - 27/10/2024, 18:49 WIB

Sempat Bebas, Ronald Tannur Kini Kembali Ditangkap di Surabaya

Gregorius Ronald Tannur setelah sidang pembacaan putusan di PN Surabaya, Rabu (24/7). (Dok. Jawa Pos)

fin.co.id - Setelah sempat menghirup udara bebas, Gregorius Ronald Tannur, terpidana kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti, kembali ditangkap oleh tim Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri Surabaya di perumahan Victoria Regency pada pukul 14.40 WIB, Minggu, 27 Oktober 2024. Penangkapan ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai integritas sistem peradilan di Indonesia.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa Gregorius Ronald Tannur kini telah dibawa ke Kejati Jatim untuk menjalani putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan vonis bebas yang sebelumnya diberikan oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

Dalam keputusan MA yang dibacakan pada 22 Oktober 2024, terungkap bahwa ada kesalahan mendasar dalam proses peradilan yang membuat Tannur dinyatakan bebas.

Dari Kebebasan ke Penangkapan: Apa yang Salah?

Keputusan Mahkamah Agung jelas menunjukkan bahwa ada permasalahan serius dalam penegakan hukum. Pengacara Tannur dan sejumlah pendukungnya berargumen bahwa putusan bebas adalah langkah yang benar, tetapi MA justru mengkonfirmasi bahwa Ronald Tannur melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP, yang berimplikasi pada hukuman penjara selama lima tahun. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah ada tekanan atau intervensi yang memengaruhi keputusan awal pengadilan?

Pengacara publik dan aktivis hak asasi manusia kini mendesak pemerintah untuk melakukan audit terhadap kasus-kasus serupa. "Kita tidak bisa membiarkan sistem peradilan kita dipertanyakan seperti ini. Kita harus berani introspeksi," kata salah satu aktivis yang meminta anonimitas.

Sistem Peradilan dalam Sorotan

Kembali ditangkapnya Ronald Tannur juga mengingatkan kita pada kerentanan dalam sistem peradilan. Kejadian ini tidak hanya berdampak pada Tannur, tetapi juga memberikan sinyal buruk bagi kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum. Apakah ini tanda bahwa ada kekuatan-kekuatan tertentu yang mampu memengaruhi jalannya proses hukum?

Sementara itu, masyarakat pun mulai bersuara. Berbagai opini bermunculan di media sosial, mengekspresikan kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan adanya ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan. "Apa gunanya hukum jika dapat dilanggar tanpa konsekuensi?" tulis salah satu pengguna Twitter.

Menyelidiki Akar Masalah

Dengan situasi yang semakin rumit, kini saatnya bagi kita semua untuk meminta pertanggungjawaban. Apakah ada upaya untuk membersihkan sistem hukum dari praktik-praktik yang tidak etis? Penangkapan Ronald Tannur harus menjadi panggilan untuk mengevaluasi kembali cara kita menegakkan hukum.

Apakah keputusan MA ini akan menjadi titik balik untuk keadilan di Indonesia, atau justru menjadi sebuah pengingat bahwa jalan menuju keadilan masih panjang dan penuh rintangan? Peristiwa ini adalah peringatan bahwa meskipun satu pintu tertutup, banyak pintu lain yang harus diperiksa agar keadilan benar-benar ditegakkan. (DSW/ANI)

Sigit Nugroho
Penulis