Kumpul Kebo Makin Marak di Indonesia: Mengapa Terjadi dan Apa Dampaknya Bagi Kehidupan?

fin.co.id - 27/10/2024, 08:30 WIB

Kumpul Kebo Makin Marak di Indonesia: Mengapa Terjadi dan Apa Dampaknya Bagi Kehidupan?

Ilustrasi kumpul kebo. (pexels-git-stephen-gitau)

Dengan situasi ekonomi yang sulit, pernikahan resmi sering kali terlihat tidak praktis.

Tanpa dukungan hukum yang jelas, pasangan yang hidup bersama tanpa menikah tidak memiliki perlindungan terkait pembagian aset, nafkah, atau hak asuh anak jika hubungan berakhir.

Di sisi lain, dampak negatif dari kumpul kebo juga perlu diperhatikan. Dari segi kesehatan mental, kohabitasi dapat menurunkan kepuasan hidup.

Data dari Pendataan Keluarga 2021 menunjukkan bahwa 69,1% pasangan kohabitasi mengalami konflik. Bahkan, 0,26% dari mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Anak-anak yang lahir dari hubungan tanpa ikatan resmi seringkali menghadapi stigma sosial yang mempengaruhi perkembangan emosional mereka, menimbulkan kebingungan identitas yang berkepanjangan.

Kehidupan tanpa ikatan formal juga menghadirkan tantangan dalam hal keamanan emosional dan finansial.

Minimnya komitmen dan ketidakpastian dalam hubungan kohabitasi dapat memicu stres dan kecemasan.

Tekanan sosial dan stigma negatif dari lingkungan sekitar juga sering menghantui pasangan yang memilih kumpul kebo, menyebabkan mereka merasa terisolasi dan tidak diterima.

Dalam konteks yang lebih luas, kumpul kebo di Indonesia bukan hanya sekadar pilihan gaya hidup, tetapi mencerminkan pergeseran nilai sosial yang lebih dalam.

Ketidakpastian dalam hubungan, tantangan finansial, dan tekanan sosial menjadi faktor-faktor yang dapat merusak kesehatan mental dan kebahagiaan individu.

Sebagai masyarakat, penting untuk memahami dan menangani dampak dari fenomena ini, serta memberikan dukungan bagi generasi muda yang menghadapi tantangan dalam mencari bentuk cinta dan komitmen yang sesuai dengan nilai-nilai mereka. (*)

Sigit Nugroho
Penulis