“Kandidat Ketua MA yang menyandang beban social distrust khususnya dari para pencari keadilan dapat membuat MA semakin terpuruk. Apalagi calon yang menyandang potential suspect sebagai tersangka, lantaran dapat merugikan Mahkamah Agung itu sendiri. Demi kepentingan masa depan Mahkamah Agung, Sunarto dan Suharto yang dinilai bermasalah lebih baik tidak mencalonkan diri. Tidak usah berstrategi untuk melindungi diri,” tuturnya.
“Sikap Presiden Terpilih Prabowo Subianto sudah jelas sikapnya. Ingin pengadilan kita bersih. Tidak boleh ada lagi hakim yang mudah disogok. Untuk itu kehidupan hakim di Indonesia harus disejahterakan yang selama ini diabaikan oleh pimpinan MA termasuk Sunarto dan Suharto,” katanya.
Terkonfirmasi Dugaan Korupsi
Menurut Petrus Selestinus, Mahkamah Agung RI kini tengah dalam sorotan. Oknum pimpinan MA bersama-sama kesekretariatan panitera ditengarai menikmati uang hasil sunat honor hakim agung hingga mencapai Rp 138 miliar, sementara pada sisi lain, 7.742 hakim diseluruh Indonesia hidupnya menderita. Diwarnai aksi mogok massal hakim diseluruh Indonesia, oknum pimpinan MA dan kepaniteraan kini tengah terlilit perkara korupsi.
Pemotongan HPP tersebut dicoba diberi “legitimasi” berdasarkan Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung yang terakhir Surat Keputusan Sekretariat Mahkamah Agung RI No: 649/SEK/SK.KU1.1.3/VIII/2023 tanggal 23 Agustus 2023 tentang Perubahan Atas Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung No: 12/SEK/SK/II/2023 tentang Standar Biaya Honorarium Penanganan Perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali Bagi Hakim Agung pada Mahkamah Agung Tahun Anggaran 2023 dan Nota Dinas Panitera MA No.1808/PAN/HK.00/9/2023 tentang Pemberitahuan Alokasi Honorarium Penanganan Perkara (HPP) tahun 2023, tanggal 12 September 2023. Namun “legitimasi” itu tetap tidak dapat meniadakan terpenuhinya unsur korupsi dalam kasus Pemotongan HPP tersebut.
“Pembagian dana hasil pemotongan honor hakim agung sebesar Rp. 97 miyar (25,9 persen) yang diduga untuk para petinggi MA anehnya disembunyikan dalam Surat Keputusan Sekretariat Mahkamah Agung RI dan Nota Dinas Panitera MA No.1808/PAN/HK.00/9/2023 tentang Pemberitahuan Alokasi Honorarium Penanganan Perkara (HPP) tahun 2023, tanggal 12 September 2023 tersebut “ kata Petrus.
Tata cara pembagian dan/atau penyerahan dana HPP atas terlaksananya penanganan perkara yang selesai paling lama 90 (sembilan puluh) hari dilakukan dengan diawali dimana Kepaniteraan Mahkamah Agung RI, dalam hal ini Asep Nursobah selaku Penanggungjawab HPP (Kuasa Pengguna Anggaran) menyiapkan laporan majelis yang menyelesaikan perkara 90 (sembilan puluh) hari. Kemudian mengajukan permintaan pembayaran, dan selanjutnya Bank Syariah Indonesia (BSI) selaku Bank yang membayar mengirimkan sejumlah uang sebagaimana permintaan Asep Nursobah ke rekening masing-masing Hakim Agung yang berhak.
Baca Juga
Selanjutnya sebagaimana laporan IPW dan TPDI, pada hari yang sama, Bank BSI secara otomatis memotong dana HPP sebesar 25,95 persen dari rekening Hakim Agung (diluar pemotongan untuk supervisor sebesar 7 persen dan 4 persen bagi tim pendukung administrasi yudisial), yang awalnya dilakukan tanpa persetujuan tertulis dan/atau lisan dari Hakim Agung, dan dikumpulkan di rekening penampungan yang dikelola oleh Asep Nursobah, sehingga patut diduga adanya pengumpulan uang dari potongan dana HPP yang diduga digunakan oleh oknum Pimpinan Mahkamah Agung RI, dengan dalih untuk “tim pendukung teknis yudisial”, yang kemudian diduga ternyata dipakai untuk kepentingan pribadi, yang merugikan Hakim Agung yang berhak.
Menurutnya, pemotongan dana HPP sebesar 25,95 persen (diluar pemotongan untuk supervisor sebesar 7 persen dan 4 persen bagi tim pendukung administrasi yudisial) dari rekening Hakim Agung yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis dan/atau lisan dari Hakim Agung, pada awalnya diduga mendapat penolakan dari sejumlah Hakim Agung, baik dalam forum-forum kecil maupun besar. Pada pertengahan tahun 2023 beberapa Hakim Agung yang menolak diduga mengalami pemanggilan untuk menghadap Wakil Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto.
Selanjutnya diduga atas intervensi oknum pimpinan Mahkamah Agung RI, para Hakim Agung diminta untuk membuat surat pernyataan yang diketahui masing-masing Ketua Kamar, yang ditandatangani diatas materai, yang pada pokoknya menyatakan bersedia dilakukan pemotongan dana HPP sebesar 40%, dengan rincian 29% “tim pendukung teknis yudisial”, sisanya dibagikan kepada supervisor dan tim pendukung administrasi yudisial.
Disebut diduga ada intervensi oknum pimpinan Mahkamah Agung RI terindikasi dari format dan isi surat pernyataan yang dibuat seragam, yang dikoodinir oleh pimpinan dan/atau tidak berdasarkan atas kehendak secara suka rela Para Hakim Agung, sehingga patut diduga telah terjadi pemaksaan yang bersifat massif dan terorganisir. Apabila tidak ada pemaksaan, sebagaimana yang didalilkan juru bicara Mahkamah Agung RI, Suharto, secara logis seharusnya tidak memerlukan adanya surat pernyataan. Karena dana HPP adalah hakim agung.
“Sehingga yang seharusnya menentukan jumlah yang akan diberikan kepada supporting system atau unit adalah Hakim Agung itu sendiri. Dalam rangka pemberian daan HPP kepada supporting system atau unit, pimpinan Mahkamah Agung seharusnya memperjuangkan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah untuk itu, sebagaimana yang dilakukan Mahkamah Konstitusi” tukas Sugeng lagi.
Berdasarkan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 2023, jumlah perkara yang diputuskan adalah sebanyak 27.365 perkara dan Laporan Tahunan MA 2022 jumlah perkara yang diputuskan adalah sebanyak 28.024 perkara.
Sehingga apabila diasumsikan pemotongan sebesar 25.95 persen per perkara kasasi biasa (3 Majelis Hakim) x Rp6.750.000,00 x perkara yang diputuskan setahun, maka pada tahun 2023, terdapat pemotongan dana HPP, untuk perkara kasasi biasa sejumlah Rp. 47.933 Miliar. Sedangkan pada tahun 2022 untuk perkara kasasi biasa akan diperoleh pemotongan dana HPP sebesar Rp49.087 miliar.
“Saya meyakini Presiden Terpilih Prabowo Subanto akan tegas mendorong KPK agar memproses dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jadi cukup alasan apabila saya meminta agar para hakim agung berhati-hati dalam memilih calon ketua MA,” kata Sugeng.