KPK Dalami Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Shelter Tsunami di NTB

fin.co.id - 22/08/2024, 16:55 WIB

KPK Dalami Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Shelter Tsunami di NTB

Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024. Foto: Ayu/Disway Group

fin.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa saksi terkait dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau Shelter Tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari dua saksi yang dipanggil hari ini hanya satu yang hadir diperiksa.

"Saksi didalami terkait dengan pemanfaatan shelter," kata Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Disway Group, saksi yang hadir adalah Kepala BPBD Provinsi Maluku, Ahmadi. Sementara, saksi yang tidak hadir adalah Kepala BPDB Lombok Utara periode 2018, Iwan Maret Asmara.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sebagian bangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah roboh. Dalam hal ini, tim KPK telah melakukan pengecekan lapangan.

“Ini sedang dikirim timnya, tapi yang jelas sesuai foto-foto yang saya lihat, mungkin juga rekan-rekan pernah (lihat) fotonya, bangunannya sudah sebagian roboh, jadi tidak bisa digunakan,” ujar Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 15 Agustus 2024.

Asep menambahkan tim penyidik meminta bantuan dari beberapa ahli dalam menangani kasus tersebut.

“Nanti kalau terkait dengan masalah bahan bangunan dan lain-lain akan (diperiksa) oleh ahli, karena kita mendatangkan ahli ya, ahli konstruksi maupun ahli penghitungan kerugian negara,” sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, tim penyidik KPK bersama auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pemerintah (BPKP) melakukan pengecekan fisik terhadap shelter tsunami di NTB, Kamis, 8 Agustus 2024.

Kegiatan itu dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara. Dalam hal ini, KPK belum memberikan kabar terkini dari kegiatan tersebut. Dalam perkara ini, lembaga antirasuah sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka namun belum mengumumkan identitas mereka.

Hal itu akan disampaikan KPK bersamaan dengan konstruksi lengkap perkara pada saat penahanan dilakukan. Kasus ini merugikan keuangan negara sekitar kurang lebih Rp19 miliar.

(Ayu)

Mihardi
Penulis