fin.co.id – Pasar saham global menunjukkan volatilitas tinggi sepanjang pekan ini, menandai pergeseran signifikan dalam dinamika investasi yang memerlukan perhatian khusus dari para investor.
Bursa saham Indonesia, meskipun mencatat kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 0,86% menjadi 7.257, masih di bawah level penutupan pekan lalu yang berada di angka 7.308.
Investor asing mencatatkan aliran masuk sebesar USD71 juta, tetapi volatilitas pasar global turut mempengaruhi kinerja pasar domestik.
Menurut laporan mingguan PT Ashmore Asset Management Indonesia, penurunan sektor Bahan Dasar dan Energi masing-masing sebesar -3,11% dan -2,19% menjadi faktor utama yang mempengaruhi indeks saham domestik.
Baca Juga
- Wacana Kenaikan Harga Tiket KRL, Begini Kata Kemenhub
- Kolaborasi Finnet dan MES Jawa Barat untuk Percepat Digitalisasi UMKM Melalui Layanan QRIS
Sebaliknya, sektor Properti & Real Estat dan Kesehatan menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan +1,44% dan +0,72% secara berturut-turut.
Di tingkat global, ketegangan geopolitik terus mendominasi, berkontribusi pada reli harga komoditas seperti Minyak Mentah (+2,98%) dan Batubara (+2,25%).
Investor mempersiapkan dampak dari musim dingin mendatang yang diperkirakan akan meningkatkan permintaan energi. Di sisi lain, pasar Jepang mengalami guncangan besar setelah penjualan besar-besaran di Indeks Nikkei 225, yang turun tajam sebesar -12,4% dalam satu hari sebelum pulih kembali.
Penurunan ini terutama dipicu oleh dampak Yen Carry Trade dan kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan.
Di Amerika Serikat, meskipun sektor jasa menunjukkan perkembangan positif dan data klaim tunjangan pengangguran awal lebih baik dari ekspektasi, pasar masih bereaksi terhadap pengumuman pengangguran yang naik menjadi 4,3%—angka tertinggi sejak pandemi COVID-19.
Baca Juga
- Melalui 'Klasterku Hidupku', BRI Dampingi Klaster Jeruk Semboro Terapkan Pertanian Berkelanjutan
- PLN Siapkan Listrik Bersih Layani Pertumbuhan Industri Data Center di Indonesia
Ini memicu perubahan ekspektasi terkait pemotongan suku bunga yang semula diperkirakan mencapai 75 basis poin menjadi 125 basis poin.
Di China, inflasi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan menyertai neraca perdagangan yang lebih lemah. Ekspor China tumbuh 7%, di bawah ekspektasi, sementara impor naik 7,2%.
Hal ini menambah ketidakpastian dalam ekonomi global yang mempengaruhi pasar komoditas dan investasi.
Di Indonesia, data ekonomi menunjukkan pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan, didorong oleh konsumsi swasta yang tumbuh 4,93%, meskipun pengeluaran pemerintah melambat. Namun, volatilitas global tetap berimbas pada pasar saham domestik.
Menghadapi ketidakpastian ini, Ashmore merekomendasikan diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko. Saham dan instrumen pendapatan tetap harus dipertimbangkan secara bersamaan untuk memitigasi dampak volatilitas pasar.
Saham Indonesia, menurut Ashmore, tetap menarik karena potensi pertumbuhan jika terjadi penurunan suku bunga AS.
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq