fin.co.id- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melaporkan temuan kasus dugaan pungutan liar di Raja Ampat, Papua- ke Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam.
KPK mencatat pungli yang dilakukan kepada wisatawan di Raja Ampat sebanyak Rp 18, 25 miliar dalam setahun.
"Informasi yang kami dapatkan dari teman-teman korsup (koordinasi supervisi) itu sudah didorong ke Pemda setempat untuk dilaporkan ke Tim Saber Pungli yang Kemenko Polhukam, satgas bersih pungutan liar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dikutip pada Minggu 14 Juli 2024.
Tessa menjelaskan bahwa, KPK tidak bisa memproses hukum pelaku pungli karena tidak melibatkan pejabat dalam perkara ini.
Tapi, kata dia, KPK bisa mengoordinasikan temuan yang termasuk tindakan korupsi itu ke instansi lainnya untuk ditindaklanjuti.
"Informasinya sudah didorong untuk dilaporkan sana (Kemenko Polhukam) dan sampai dengan saat ini tidak ditangani di KPK," kata Tessa.
Dikethaui, KPK menerima laporan pungutan liar (pungli) oleh oknum masyarakat kepada wisatawan.
Baca Juga
Setiap kali kapal wisatawan menuju lokasi diving, mereka diminta membayar Rp100 ribu hingga Rp1 juta per kapal.
"Di wilayah Wayak sendiri, minimal ada 50 kapal datang, sehingga potensi pendapatan dari pungutan liar ini mencapai Rp50 juta per hari dan Rp18,25 miliar per tahun," ungkap Kepala Satgas Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V Dian Patria melalui keterangan tertulis, pada Rabu, 10 Juli 2024.
Selain itu, ada pungutan liar berupa pembayaran tanah kepada hotel yang berdiri di pulau-pulau, serta ketidakjelasan regulasi terkait pengelolaan sampah hotel.
Dalam hal ini, KPK mendorong Pemkab Raja Ampat untuk segera menyelesaikan permasalahan ini dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat. (ayu/dsw).