News

Anak-anak Jadi Sasaran DBD, Kemenkes Ingatkan Peran Penting Orang Tua

fin.co.id - 28/06/2024, 13:53 WIB

Kemenkes mencatat 43 persen kasus DBD di Indonesia pada 2024 menyerang anak usia 15-44 tahun. Foto: Ilustrasi Antara

fin.co.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 43 persen kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pada 2024 menyerang anak usia 15-44 tahun. Sedangkan kematian akibat DBD paling banyak terjadi pada anak usia 5-14 tahun.

Hal itu dikatakan oleh Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Kemenkes dr Imran Pambudi pada ASEAN Dengue Day 2024 di Batam, Kamis 27 Juni 2024. Dia mengatakan, tingginya kefatalan akibat DBD ini perlu diwaspadai dengan memperhatikan secara cermat kondisi sang anak.

"Kita perlu mewaspadai untuk kasus-kasus dengue pada anak-anak. Bagaimana terapinya, bagaimana mendiagnosisnya," kata Imran.

Dia mengatakan,orang tua harus paham dan bisa mendeskripsikan kondisi anak yang mengalami demam. Karena anak masih belum bisa menyalurkan dengan baik apa yang dirasakannya.

Baca Juga

"Yang penting itu adalah bagaimana orang tua paham kondisi anaknya karena anak nggak bis bilang 'aku demam', paling dia hanya lemas, tidak mau makan," tuturnya.

Imran pun menyebut sering terjadi orang tua yang tidak tahu bagaimana kondisi anak karena tidak secara langsung mengasuh mereka.

"Saya kira ini hal-hal basic yang kembali lagi kepada bagaimana pola pengasuhan orang tua itu harus bagus sehingga tidak pasrahin ke pengasuh," terangnya.

Lebih lanjut, dokter spesialis anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Anggraini Alam, SpA(K) IDAI menjelaskan, terdapat tiga fase DBD yang wajib diwaspadai.

"Pada dengue yang punya tiga fase, masing-masing fase memiliki potensial komplikasi," ungkapnya.

Baca Juga

Ketika fase demam, anak kerap enggan minum sehingga berujung pada dehidrasi hingga kejang.

"Sedangkan fase kritis, syok perdarahan, kemudian kena organ, itu bisa terjadi," ujarnya.

Fase konvalesen akan lebih bermasalah apabila fase kritis terjadi syok berkepanjangan.

"Sedangkan konvalesen itu akan bermasalah bilamana di fase kritisnya syoknya berkepanjangan. Maka banyak cairan yang akan menumpuk, akhirnya malah menjadi syok berulang," paparnya.

Olah karena itu, Anggraini mengingatkan pentingnya triase dengue sebagaimana pada masa Covid-19 sebagai skrinning untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Pasien dengue kalau datang itu tidak mungkin hanya satu saja keluhan, katanya, pasti ada paket lainnya.

Menurutnya, anamnesis harus dilakukan, seperti 'Kapan mulai demam? Sejak kapan demam turun?Punya riwayat demam atau tidak? Ada nyeri-nyeri tubuh, kepala, retroorbital? Ada ruam? Ada mual? Tidak nafsu makan? Bagaimana buang air kecilnya? Bagaimana kemampuan minumnya? Apakah ada tanda bahaya?.

Mihardi
Penulis
-->