![](https://fin.co.id/assets/img/banner19.png)
fin.co.id- Negara Tajikistan resmi melarang jilbab bagi umat islam. Padahal, Tajikistan adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Menurut sensus tahun 2020, sekitar 96% dari total 10,3 juta penduduk Tajikistan beragama Islam.
Parlemen negera tersebut resmi mengesahkan Undang-Undang yang melarang umat islam mengenakan jilbab. Pemerintah berpendapat, jilbab merupakan budaya asing.
Langkah pelarangan hijab Tdi ajikistan ini merupakan aturan yang baru di antara serangkaian langkah pemerintah mempromosikan identitas sekuler untuk negeria tersebut.
Undang-Undang pelarangan jilbab disahkan sejak Mei 2024 oleh Majelis Rendah Parlemen. Kemudian, aturan itu disetujui oleh Majelis Tinggi Parlemen pada 19 Juni 2024.
Baca Juga
- Uni Eropa Larang Impor Emas, Berlian dan Minyak Mentah dari Belarus
- Amerika Serikat Kirimkan Lebih 10 Ribu Bom dan Rudal ke Israel untuk Dilancarkan di Gaza
Undang-Undang itu diantaranya melarang perayaan hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri, melarang kebiasaan anak-anak diberi uang pada saat Idul Fitri, serta perayaan menjelang Idul Fitri dan Idul Adha.
Selain itu, larangan juga mencakup larangan impor dan promosi pakaian yang dianggap asing bagi budaya negara tersebut .
Bagi masyarakat yang melanggar aturan itu, akan dikenai denda sebesar 7.920 somoni $747 atau setara dengan Rp 10 juta hingga Rp61.
Kebijakan ini telah membuat marah banyak kelompok advokasi Muslim dan juga masyarakat, yang berpendapat bahwa masyarakat harus bebas memilih pakaian apa yang ingin mereka kenakan.
“Penting untuk memiliki kebebasan memilih pakaian kita sendiri. Seharusnya tidak ada undang-undang yang memerintahkan kita mengenakan pakaian,” kata Munira Shahidi, pakar seni dan budaya, kepada Radio Liberty di Tajik.
Baca Juga
- Joe Biden Seperti Orang Linglung Saat Debat Capres AS, Gagap dan Sulit Jawab Pertanyaan
- Pilu, Video Viral Tentara Israel Lepas Anjing Serang Lansia di Gaza
Keputusan tersebut juga mendapat kecaman dari Persatuan Ulama dan Ulama Islam di Afghanistan, serta Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR).
“Larangan hijab adalah pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan larangan terhadap pakaian keagamaan seharusnya tidak mendapat tempat di negara mana pun yang menghormati hak-hak rakyatnya,” kata Direktur CAIR Corey Saylor dikutip dari firstpost. (*)