DPR Minta Penerapan KRIS BPJS Kesehatan Ditunda

fin.co.id - 07/06/2024, 13:18 WIB

DPR Minta Penerapan KRIS BPJS Kesehatan Ditunda

Sistem kelas di BPJS Kesehatan resmi tak berlaku lagi

FIN.CO.ID - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menunda penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) untuk peserta BPJS Kesehatan. Sebelumnya, pemerintah berencana menghapus layanan kelas BPJS Kesehatan dan akan diganti dengan kebijakan KRIS pada 1 Juli 2025.

Menurutnya, kebijakan tersebut masih perlu dikaji lebih dalam dan belum sesuai dengan konstitusi. Terlebih, dia mengaku, pihaknya tidak dikomunikasikan terkait kajian akademis mengenai KRIS.

"Katanya sudah dibuat tapi tidak pernah dikomunikasikan dengan Komisi IX, tiba-tiba mendengung-dengungkan KRIS di seluruh Indonesia," terang Irma dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI bersama dengan Kemenkes di Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.

Menurutnya, penerapan KRIS bisa berdampak pada daya tampung kamar rumah sakit yang semakin berkurang. Karena, kata dia, dari 12 tempat tidur akan dikurangkan menjadi empat tempat tidur.

"Kita ini di daerah, kami punya dapil dan kami tahu persis apa yang terjadi di dapil kami. Kamar dengan 12 tempat tidur saja tidak tertampung. Banyak sekali masyarakat yang tidak bisa masuk rumah sakit perawatan rawat inap. Apalagi dari 12 menjadi 4 (tempat tidur)," tuturnya.

Dia juga mempertanyakan azas keadilan yang menjadi amanat konstitusi. "Jadi jangan menggampangkan. Bukan lebih cepat lebih bagus, tapi tidak bagus ini," tandasnya.

Seyogyanya, kata dia, pemerintah memikirkan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami kerugian tetapi juga pelayanan terhadap masyaralat tetap maksimal. ""Harusnya yang dipikirkan pertama kali oleh pemerintah adalah bagaimana BPJS tidak rugi, tapi pelayanan prima," pungkasnya.

Dia juga mengaitkan adanya pengecualian implementasi KRIS terhadap sejumlah rumah sakit, seperti perawatan rawat inap untuk pasien jiwa, bayi (perinatologi), dan perawatan yang memiliki fasilitas khusus azas gotong royong dari BPJS Kesehatan. Dia mengatakan, lebih dari 30 persen peserta BPJS Kesehatan masih berstatus nonaktif atau terjadi penunggakan pembayaran.

"Lebih dari 30 persen iuran (peserta) BPJS nunggak. Pemerintah harus siap kalau mau membantu BPJS agar pelayanannya menjadi prima," ucap politikus Partai NasDem.

Salah satu caranya, kata dia, Kemenkes berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) soal peserta BPJS Kesehatan yang meunggak itu. "Komunikasikan dengan Menteri Keuangan agar yang tidak dibayarkan oleh pemerintah dengan subsidi diputihkan. Kemudian mereka baru bisa lagi melakukan pelayanan pembayaran iuran awal," tegasnya.

Hal ini menjadi salah satu cara untuk mengurangi beban masyarakat yang sudah diwajibkan atas potongan lainnya. "BPJS Kesehatan 1%, iuran BPJS Tenaga Kerja 2%, Tapera 3%. Sudah 6% beban masyarakat. Ditambah lagi nanti ini dengan out of Pocket dari BPJS melalui program KRIS ini. Kok mikir gitu? Situasi ini udah sudah Sangat memberatkan rakyat," bebernya.

Oleh karena itu, ia meminta kajian lebih mendalam terkait penerapan KRIS. Sehingga, sambungnya, sesuai dengan azas gotong-royong dan keadilan yang berdasar pada konstitusi.

"Azas gotong-royong itu perlu. Itu amanat konstitusi jadi tidak ada keadilan di sini, enggak ada gotong-royong di sini. Jadi KRIS tidak mendasari atas amanat undang-undang amanat konstitusi dan tidak ada atas gotong-royong yang di situ," pungkasnya.

Meski sebelumnya Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengklaim, hanya sedikit yang kehilangan tempat tidur akibat penyesuaian kriteria KRIS dengan maksimal 4 orang per kamar.

(Annisa Amalia Zahro)

Mihardi
Penulis