FIN.CO.ID - Pegiat media sosial (medsos) Palti Hutabarat diatnggap aparat kepolisian karena diduga menyebarkan berita bohong.
Penangkapan terhadap Palti Hutabarat dianggap aneh oleh Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Henri Subiakto.
Menurut Henri Subiakto mempertanyakan proses di balik penangkapan Palti Hutabarat yang diduga menyebarkan berita bohong sangat aneh dan wajib dipertanyakan.
"Ini harus ada penjelasan. Harus dijelaskan proses sebelumnya seperti apa. Sudah ada belum yang namanya katakanlah gelar perkara?" katanya, dikutip Minggu, 21 Januari 2024.
Pengamat komunikasi politik tersebut mengatakan jika tidak ada proses gelar perkara, maka keabsahan penangkapan tersebut perlu dipertanyakan.
Dia menyebut posisi Palti Hutabarat dalam kasus yang dituduhkan kepada dirinya sama seperti pengguna media sosial lain, yakni menyebarkan suatu rekaman peristiwa.
BACA JUGA:
- Pegiat Media Sosial Palti Hutabarat Ditangkap Diduga Sebarkan Berita Bohong Soal Percakapan Pejabat
- Kapolri Atur Penggunaan Medsos Bagi Anak Buahnya, Ini Ternyata Tujuannya
"Kalau tanpa seperti itu (gelar perkara), saya menilai ada penerapan hukum yang salah, pasal yang salah. Karena apa? Karena kan pelaku ini kan sebenarnya seperti orang-orang biasa, hanya melakukan semacam repost (unggah ulang) atau nge-share (menyebarkan) sebuah informasi yang tidak lain adalah hasil rekaman suatu peristiwa," jelasnya.
Ketua Tim Antar-Kementerian dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Tahun 2016 tersebut menambahkan justru isi rekaman peristiwa yang diunggah ulang oleh Palti yang bermasalah.
Sehingga, peristiwa tersebut seharusnya ditelisik terlebih dahulu kebenarannya.
"Peristiwanya yang bermasalah. Jadi, peristiwa itu yang harusnya kemudian diinterogasi dahulu. Itu benar atau tidak? Kenapa sampai terjadi seperti itu?" tuturnya.
Henri juga menilai penggunaan Pasal 32 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagai dasar penangkapan Palti juga kurang tepat.
Pasal 32 UU ITE, kata dia, di antaranya melarang perbuatan mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
BACA JUGA:
- Usai Yunarto Wijaya Pamit dari Medsos, Kini Giliran Website Charta Politika Tak Bisa Diakses, Sengaja Dibungkam?
- Ada Apa! Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya Pamit Off dari Medsos, Ada yang Ngancam Supaya Mas Toto Diam?
"Pasal 32 ini lebih cocok untuk para hacker (peretas), bukan orang yang repost, bukan orang yang menyebarkan sebuah informasi yang informasinya juga sudah tersebar di mana-mana," ujarnya.