Pertama, CCS menangkap gas CO2 dari tempat asalnya, misalnya dari asap pabrik atau saluran gas. Ada beberapa cara untuk menangkap gas CO2, seperti dengan menggunakan bahan kimia, membran, atau proses biologis.
Kedua, carbon capture storage mengangkut gas CO2 ke tempat penyimpanan, bisa pakai pipa, truk, atau kapal. Gas CO2 ini harus diangkut dengan hati-hati, karena bisa meledak atau bocor.
Ketiga, CCS menyimpan gas CO2 di tempat yang aman, seperti di dalam tanah, sumur minyak, atau batu kapur. Gas CO2 ini harus disimpan di tempat yang tidak bisa bocor, karena bisa merusak lingkungan dan kesehatan manusia.
Dengan CCS, kita bisa terus memanfaatkan energi dari bahan bakar fosil, tanpa harus takut dengan dampak buruknya.
Risiko Penggunaan Carbon Capture Storage
Tapi, carbon capture storage juga punya tantangan dan risiko yang harus diwaspadai. Beberapa di antaranya adalah:
Biaya yang mahal untuk membuat dan menjalankan fasilitas carbon capture storage.
Kebutuhan infrastruktur yang besar untuk mengirim dan menyimpan CO2.
Kemungkinan kebocoran CO2 yang bisa merugikan lingkungan dan kesehatan manusia.
Kurangnya aturan dan insentif yang mendorong pengembangan dan penerapan CCS.
Kesimpulan
Jadi, carbon capture storage bukanlah solusi sempurna untuk masalah perubahan iklim.
Kita masih perlu mengembangkan dan menggunakan energi terbarukan yang lebih hijau dan ramah lingkungan.
CCS hanya bisa menjadi salah satu opsi yang bisa kita gunakan untuk mengurangi emisi CO2, selama kita masih bergantung pada bahan bakar fosil.
Akan tetapi, carbon capture storage sangat penting untuk Indonesia, karena Indonesia memiliki banyak sumber gas alam yang mengandung CO2 tinggi.
Jika tidak ditangani dengan baik, gas ini bisa mencemari udara dan menyebabkan polusi.