Alasannya karena dokumen ini termasuk dokumen negara yang perlu dirahasiakan atau tidak, karena dalam kepolisian dirahasiakan, belum lagi jika kita sampai ke P37, hampir semua yang berkaitan dengan DJKA dijadikan barang bukti. Semua ini memunculkan pertanyaan apa korelasi dengan kasus yang sedang dibahas ini.
Dalam sidang itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya Malang Fachrizal Afandi menegaskan bahwa apabila dokumen penanganan kasus DJKA diperoleh dengan cara legal, hal itu tidak ada masalah.
"Lihat dulu buktinya seperti apa. Apakah bukti itu bersifat umum , misalnya nama-nama yang bisa kita akses secara luas dimedia atau database KPK yang bisa diakses secara publik," kata Fachrizal.
BACA JUGA: Media Asing Pantau Pilpres 2024 Indonesia, Sosok Ini yang Paling Unggul
"Tetapi jika misalkan alat bukti itu yang diungkapkan di persidangan itu biasa susah untuk mendapatkan, maka harus dilihat apa relevansinya dengan perkara ini," sambungnya.
Fachrizal menuturkan, bahwa informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana, misalkan mengungkap identitas informasi, pelapor, saksi atau korban yang mengetahu adanya tindak pidana, atau misalnya mengungkapkan data intelijen kriminal dan yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan tindak pidana.
"Kita bisa lihat bahwa proses itu sifatnya rahasia dikecualiakan dari informasi yang bersifat publik," pungkasnya.