"Oleh karena itu, para kader berharap agar kepemimpinan yang lebih kuat dapat mengatasi masa sulit yang dihadapi saat ini," ungkapnya.
Selain itu, upaya Airlangga dalam membentuk koalisi dengan PPP dan PAN juga tidak berhasil.
Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menghadapi kebimbangan, terutama setelah PDIP mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
PPP pun berubah haluan dan memutuskan untuk bergabung dengan PDIP, sedangkan PAN juga dikabarkan akan menyusul langkah serupa.
Nasib KIB saat ini masih belum pasti, apakah koalisi ini akan bertahan atau tidak. Situasi ini memalukan bagi Partai Golkar yang seharusnya menjadi partai besar dan memiliki pengaruh.
Hingga saat ini, belum ada partai politik lain yang memberikan dukungan terhadap pencalonan Airlangga Hartarto.
Partai Golkar terjebak dalam keadaan sulit, setelah KIB yang nasibnya tidak jelas. Muncul wacana tentang Koalisi Besar, namun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra menunjukkan ketidakberanian mereka.
"Bahkan, komentar yang merendahkan datang dari PPP dan PAN. Hal ini mengundang keraguan terhadap kualitas Partai Golkar," ujarnya.
Masa depan Airlangga sebagai calon presiden atau calon wakil presiden sesuai dengan amanat Munas Partai Golkar 2019 dan Rapimnas Partai Golkar diramalkan sangat suram.
Tidak ada partai yang bersedia berpasangan dengan Airlangga Hartarto. "Situasi ini sangat memprihatinkan dan memalukan, karena Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga tampak terombang-ambing dan tidak memiliki arah yang jelas," pungkasnya. (*)