Oleh Dahlan Iskan
PUN setelah meninggal dunia nanti. Ia ingin tetap jadi guru. Ia sudah menemukan caranya: jadi cadaver.
Maka ia ingin menyumbangkan mayatnya kelak untuk fakultas kedokteran. Dengan cara itu mayatnya tetap bisa menjadi guru bagi para mahasiswa yang ingin jadi dokter.
Itulah guru sepanjang hayat: Hermawan Kartajaya.
Ia berulang tahun ke-75 kemarin malam. Ia menandai ultahnya itu dengan menandatangani wasiat agar kalau meninggal kelak mayatnya diserahkan ke fakultas kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Pelajaran anatomi, mata kuliah dasar bagi calon dokter, tidak bisa sempurna tanpa menyajikan mayat di ''ruang'' kuliah.
BACA JUGA: Buntut Buntut
Hermawan banyak bicara kematian di ulang tahunnya itu. Padahal, saya lihat, ia justru lebih segar dibanding, misalnya, lima tahun lalu.
Suaranya masih serak-serak keras.
Intonasinya masih naik-naik sesuai dengan semangatnya.
Langkahnya masih tegap untuk ukuran orang yang lama menderita diabetes.
BACA JUGA: Wishnu Wishnu
Dua hari sebelum ulang tahun, dan sehari setelahnya, Hermawan sibuk di rangkaian acara itu. Ia ke Banyuwangi naik kereta wisata.
Ia ke ITS dan Unair untuk memberi kuliah umum.
Ia ke Kapasari gang V untuk melihat rumah masa kecil dan mudanya.
Ia sembahyang ke gereja Katolik yang hanya setahun sekali ia kunjungi.