Lantas, kalau ada hadis Nabi SAW yang menyebutkan, boleh meminum urine unta sebagai obat, maka itu adalah sebagai pengecualian, suatu kekhususan.
Hal ini juga disebutkan dalam Kaidah Fiqhiyyah: "Maa min ‘aamin illa wa khusshisho". Artinya, tidak ada suatu ketentuan yang (bersifat) umum, kecuali ada yang men-takhshis-nya, sebagai ketetapan yang (bersifat) khusus.
Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia bercerita, "Ada sejumlah orang dari suku Ukl dan Uranah yang datang menemui Nabi saw. Namun mereka mengalami sakit karena tidak betah di Madinah. Lalu Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk mendatangi kandang unta, dan menyuruh mereka untuk minum air kencingnya dan susunya." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain ditambahkan, "Merekapun melakukan saran itu, hingga mereka sehat dan menjadi gemuk."
Sebagai orang yang beriman kepada Nabi saw, tentu kita akan membenarkan apa yang beliau saw sampaikan.
Karena apa yang beliau sampaikan adalah wahyu: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (Q.S. An-Najm, 53:3-4).
Dan Allah Maha Tahu apa yang paling bermanfaat bagi hamba-Nya. Tetapi tentu, hadis itu harus dipahami dalam kondisi darurat, sebagai Takhshish, ketetapan yang bersifat khusus, sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Selain itu, dalam memahami hadits Nabi saw tentu harus dikaitkan dengan hadis-hadis yang lain. Tidak boleh memahami satu hadis secara tersendiri.
BACA JUGA: Husin Shihab Bilang Begini Soal Wanita Bercadar Bawa Pistol Terobos Paspampres Masuk Istana Merdeka
Kalau ada satu hadis yang tampaknya bertentangan dengan hadis yang lain, maka dalam Ulumul-Hadis, hal itu harus dipahami dengan "Ilmu Mukhtaliful Hadis", ilmu yang membahas bagaimana menyelesaikan dan memahami hadis-hadis yang berlawanan (kandungan maknanya).
Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, kedua hadis tersebut ditelaah dan dikomporomikan.
Kalau memang ada hadis yang membolehkan berobat dengan urine unta, lalu ada hadis yang melarang berobat dengan benda najis, maka kedua hadis itu dikompromikan.
Kalau ternyata tidak bisa dikompromikan, maka digunakan cara yang kedua, yaitu metode Nasakh, dengan menerapkan Nasikh dan Mansukh.
BACA JUGA: Pengemis Kaki Buntung, Pas Lagi Kencing Dipergoki Warga, Ternyata Kakinya Lengkap