Impor Pakaian Bekas Triliunan Rupiah, DPR: Jadi Sampah, Karena Tak Semua Layak Pakai

fin.co.id - 12/06/2022, 13:10 WIB

 Impor Pakaian Bekas Triliunan Rupiah, DPR: Jadi Sampah, Karena Tak Semua Layak Pakai

Seorang wanita tengah memilih pakaian di pusat perbelanjaan

JAKARTA, FIN.CO.ID -  Masih terjadinya impor pakaian bekas di Indonesia, dinilai melanggar peraturan dan mengancam keberadaan industri garmen kecil dan rumahan.

Wakil Ketua DPR-RI Rachmat Gobel mengatakan, impor pakaian bekas sangat merugikan industri garmen rumahan yang berskala UMKM dan juga tidak ramah lingkungan.

(BACA JUGA: Cuma Tamu-Tamu Khusus yang Hadiri Pemakaman Eril di Cimaung)

Diketahui, ramai pemberitaan yang mengungkapkan masih marak impor pakaian bekas dengan nilai triliunan rupiah, bahkan angkanya terus meningkat sejak 2017.

Padahal, kata Rachmat Gobel Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 menyebutkan impor pakaian bekas dilarang dan jika sudah masuk harus dimusnahkan. 

Hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Ia mengatakan industri garmen rumahan dan skala UMKM merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional karena banyak menyerap tenaga kerja terutama dari lapisan bawah. 

(BACA JUGA: Tega Nodai Anak 10 Tahun, Pria 43 tahun Warga Kota Binjai Keciduk Warga, Ngakunya Baru Sekali)

Karena itu, ia menilai impor pakaian bekas tidak sesuai dengan konsep Presiden Jokowi yang membangun dari pinggiran dari desa dan dari bawah.

"Impor pakaian bekas tentu bertentangan dengan visi Bapak Presiden dan memperburuk ekonomi di lapis bawah serta melemahkan UMKM," ujar Rachmat Gobel, Minggu, 12 Juni 2022.

Ia juga menilai pakaian bekas berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan karena di negara asalnya dikategori limbah dan sampah.

"Tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia," katanya.

(BACA JUGA: Dapat Bisikan Gaib, Pria Tega Bunuh Ibu dan Adik Kandung di Solok, Ditangkap di Hutan Pinus)

Rachmat Gobel mengatakan membangun industri, khususnya garmen, membutuhkan kreativitas dan intelektual karena harus memahami desain, tren, pasar, manajemen industri, hingga manajemen sumber daya manusia.

"Ini tidak sebanding dengan skill importir pakaian bekas yang hanya membutuhkan koneksi dengan para pemegang kekuasaan dan kekuatan modal saja," katanya.

Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq

Admin
Penulis
-->