Catatan Dahlan Iskan . 02/06/2022, 07:51 WIB
Bagaimana cara ''menundukkan'' Golkar? Bisa lewat intervensi. Dicoba dulu yang biasa-biasa saja. Kalau gagal barulah yang serius.
Intervensi terdalam tentu bisa lewat Munaslub. Alasan bisa dicari. Terlalu banyak tersedia.
Munaslub? Bukankah itu sulit sekali?
"Siapa bilang sulit. Terlalu mudah. Itu peanut," ujar seorang tokoh Golkar garis penjaga ruh. Ia punya kelompok grup penekan di Golkar.
"Di Golkar itu tidak ada lagi pemegang saham mayoritas," katanya. "Dengan Rp 1 Triliun selesai," tambahnya.
Dulu memang ada yang disebut jalur A dan jalur B di Golkar. Jalur A adalah Mabes TNI. Jalur B adalah birokrasi.
Pegawai Negeri. Lebih tepatnya Panglima TNI dan Menteri Dalam Negeri. Dua-duanya di bawah Presiden Soeharto. Itulah yang dimaksud dengan pemegang saham mayoritas di Golkar.
Selebihnya adalah jalur G –Golkar murni. Di dalam jalur G itu ada juga pemegang saham mayoritasnya: Soksi dan Kosgoro –ormas pendiri Golkar.
"Semua itu sudah tidak ada. Kini sepenuhnya terserah ketua-ketua DPD di daerah. Murah kan?" katanya.
"Sedang di partai lain masih ada pemegang saham mayoritasnya. Anda sudah tahu," kata tokoh itu.
Tapi, kepentingan negara yang mana yang bisa membuat Munaslub Golkar bisa dianggap halal?
Alasannya bisa panjang. Yakni kelangsungan NKRI. Kalau itu terlalu abstrak bisa diturunkan sedikit: demi kelangsungan pembangunan negara.
Masih ketinggian? Bisa ini: agar Indonesia maju. Misalnya agar terjamin bahwa pendapatan per kapita rakyat Indonesia bisa mencapai USD 10 ribu/tahun di tahun 2029 –dari sekarang baru USD 4.200 per kapita per tahun.
Yakni lewat proyek-proyek besar yang sudah di dalam pipa.
Bisa juga ditambah sedikit: agar IKN terwujud. Kereta api cepat sukses. Dan jalan tol berlanjut sampai di mana-mana.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com