MIPI Soroti Tidak Sinkronnya Hasil Survei dengan Realitas

fin.co.id - 16/04/2022, 17:21 WIB

MIPI Soroti Tidak Sinkronnya Hasil Survei dengan Realitas

MIPI menyoroti fenomena survei yang berkembang di Indonesia, terlebih yang berkaitan dengan kebijakan, yakni tidak sinkronnya antara ekspektasi dengan realitas.

JAKARTA, FIN.CO.ID -- Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar bertema “Menyoal Survei Kepuasan Masyarakat: Antara Hasil Rilis dan Realitas”, Sabtu, 18 April 2022.

Tema ini diangkat MIPI karena adanya fenomena survei yang berkembang di Indonesia, terlebih yang berkaitan dengan kebijakan, yakni tidak sinkronnya antara ekspektasi dengan realitas.

(BACA JUGA: MIPI Soroti Deklarasi Silatnas APDESI Tentang Perpanjangan Jabatan Presiden)

Dalam sambutan pembukaan, Dewan Pakar MIPI/Direktur Politeknik Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara - Lembaga Administrasi Negara (STIA LAN) Jakarta Nurliah Nurdin menyampaikan, pemerintah modern mendasarkan kebijakannya pada kebutuhan publik.

Kebutuhan publik ini satu di antaranya didapatkan dari metode survei, yang kemudian menghasilkan indeks kepuasan masyarakat.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmenpan) Nomor Kep/25/M.Pan/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

(BACA JUGA: Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Terpilih Jadi Ketua Umum MIPI)

Beberapa hal yang diatur dalam Kepmenpan tersebut di antaranya terkait penataan sistem, mekanisme dalam memberikan pelayanan, kemudian prosedur pelayanan.

Tujuannya agar hasil survei mampu memberikan koreksi terhadap kebijakan pemerintahan yang lebih berkualitas, lebih berdaya guna, dan lebih berhasil guna.

“Indeks kepuasan masyarakat itu ada aturannya di Kepmenpan,” katanya.

Dia menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Bangladesh. Bangladesh dianggap sebagai negara yang gagal dalam menuntaskan kemiskinan karena angka surveinya yang sangat tinggi. Sementara itu, pemerintah di sana mengatakan mereka sudah bekerja maksimal, tapi realitas masyarakatnya miskin.

(BACA JUGA: MIPI Gelar Webinar Bertajuk Pentingnya Sejarah)

“Maka ada yang tidak nyambung di situ antara usaha pemerintah dan masyarakat yang miskin. Sementara kita tahu, fungsi kehadiran pemerintahan adalah minimal tiga, to empower ya, to serve, to secure,” jelasnya.

Di sisi lain Profesor Riset Bidang Sosiologi Politik Mohammad Mulyadi selaku narasumber menjelaskan, survei merupakan strategi yang jamak ditemui, khususnya ketika pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Survei digunakan untuk meningkatkan popularitas, memperkirakan besaran dana kampanye, mengemas citra kandidat agar tepat, hingga mengidentifikasi isu-isu strategis yang berkembang.

Mulyadi kemudian mengungkapkan tiga faktor yang membuat survei tidak tepat. Pertama, fiktif, dalam artian tidak melakukan survei tapi seolah-olah melakukan survei atau tidak ada proses tapi hasilnya ada. Kedua, rekayasa, yaitu dilakukan survei tapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh si pemesan kemudian datanya tidak sesuai aslinya. Ketiga, salah, yaitu survei akibat dari kebodohan dalam memahami metodologi penelitian.

Admin
Penulis