JAKARTA, FIN.CO.ID- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya partai di DPR yang menolak Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP)
“Fraksi PKS menilai masih diperlukan pengkajian yang mendalam terhadap substansi perubahan yang akan dilakukan”, ujar Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah dalam rapat pada Rabu 13 April malam di Senayan.
Adapun, terdapat sejumlah catatan kritis yang dibeberkan oleh Ledia. Salah satunya ialah terkait metode omnibus itu sendiri.
Menurutnya, metode apapun yang digunakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah bertujuan untuk mereformasi proses pembentukan peraturan perundang-undangan agar menjadi lebih baik, berkualitas, dan berpihak pada kepentingan rakyat dan negara. Namun, hal itu belum sepenuhnya terlihat, seperti kasus UU Cipta Kerja.
(BACA JUGA: UU TPKS Disahkan, Kaum Wanita Merasa Lebih Aman Karena Punya Payung Hukum Yang Kuat)
“Metode Omnibus Law yang digunakan pada saat pembentukan UU Cipta Kerja mengabaikan kualitas hasil karena kurangnya partisipasi dari masyarakat dan stakeholders," katanya.
Dia menambahkan bahwa, upaya untuk akselerasi pencapaian tujuan UU tidak boleh dilakukan dengan menyimpangi tata cara dan pedoman baku yang telah ada.
"Mahkamah konstitusi bahkan telah menyatakan bahwa terbukti secara hukum bahwa tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar serta menyimpangi sistematika pembentukan peraturan perundang-undangan," ucapnya.
Ledia juga menyampaikan bahwa untuk menggunakan metode omnibus dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, seharusnya memenuhi beberapa prasyarat.
(BACA JUGA: Revisi UU PPP Disepakati, Airlangga Sebut Pembentukan Undang-Undang akan Semakin Efisien)
Hal ini bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum, meningkatkan kualitas legislasi dan melibatkan partisipasi publik.
“Penggunaan metode omnibus harusnya diberlakukan prasyarat, yaitu hanya dilakukan untuk penyusunan peraturan terhadap satu bidang atau satu topik khusus tertentu, telah ditetapkan dalam tahapan perencanaan, tidak dilakukan tergesa-gesa, dan tidak mengabaikan partisipasi publik,” usul Legislator dari Dapil Jawa Barat I ini.
Lebih lanjut, Ledia juga mengutarakan bahwa penolakan Fraksi PKS dikarenakan RUU Perubahan Kedua atas UU No. 12 Tahun 2011 ini masih memperbolehkan praktik legislasi yang kurang bijak dan berpotensi disalahgunakan.
“Fraksi PKS menolak ketentuan tentang perbaikan Rancangan Undang-undang setelah persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam Rapat Paripurna DPR. Karena hal ini membenarkan praktik legislasi yang tidak baik sehingga merendahkan marwah pembentuk undang-undang”, imbuhnya.
Tak hanya itu, Ledia juga mengkritisi perihal pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Perda Provinsi yang diambil alih menjadi dikoordinasikan oleh Menteri atau Kepala Lembaga.
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq