JAKARTA, FIN.CO.ID -- Pengamat Militer, Connie Rahakundini Bakrie menilai, konflik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina, salah satunya terjadi karena ada pihak lain yang "Mengompori".
Hal itu ia sampaikan dalam video podcast di channel YouTube Helmy Yahya Bicara, yang bertajuk "Invasi Rusia-Ukraina akankah Menyulut PD-III? - Connie Rahakundini Bakrie | Helmy Yahya Bicara, yang diposting pada Selasa 1 Maret 2022.
Secara gamblang, Connie mengatakan bahwa terjadinya invasi Rusia ke Ukraina, salah satu yang menjadi penyebabnya adalah Amerika. Lalu, bagaimana bisa seperti itu?
(BACA JUGA: Kronologi Evakuasi Puluhan WNI di Ukraina, Retno: Prosesnya Cukup Panjang)
Connie menjelaskan, benih-benih konflik Rusia-Ukraina sudah terjadi sejak 2008. Menurutnya, ketika Latvia dan Lithuania masuk dan bergabung ke NATO, Rusia tidak mengindahkan hal itu karena letak kedua negara itu berada jauh dari Rusia.
Ceritanya menjadi berbeda ketika Ukraina dan Georgia pada tahun 2008 diundang NATO untuk bergabung. Hal itulah yang kemudian menjadi sumber kemarahan Rusia, karena posisi Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia.
"Dia (Rusia) dari jauh-jauh hari sudah bilang, Ukraina jangan (bergabung NATO). Disitu dia (Rusia) bilang pada tahun 2008, Amerika serikat be very careful, lu ngebayangin gak posisi gue nih, kalau gue (Rusia) masuk ke Mexico, lalu gue taro juga rudal gue di Kanada, perasaan lo seperti apa? nah itu yang gue rasain kalau lu ambil Ukraina," ujar Connie menganalogikan sikap Rusia.
(BACA JUGA: Konflik Rusia-Ukraina Bisa Untungkan Indonesia, Begini Penjelasannya)
Selain itu, ada persoalan lain yang menurut Connie menjadi penyebab kemarahan Rusia yaitu fakta sejarah bahwa Uni Soviet dan Ukraina itu berasal dari Kyiv. Ketika Rusia akhirnya terbentuk, maka sentral dari industri pertahanan dan senjata taktikal berada di dua kota, yaitu Moscow dan juga Kyiv.
"Intinya adalah Kyiv itu kota yang penuh sejarah, kemudian penuh cerita lama dan historicalnya Rusia," tuturnya.
Sementara itu, di Ukraina sendiri sebagai negara terbesar di kedua di Eropa setelah Rusia, ternyata juga ada dua kubu yang berbeda, dimana kubu barat dan timur juga saling bertentangan.
(BACA JUGA: Harga Minyak Melonjak Tajam, Seiring Kekhawatiran Pasokan Akibat Konflik Rusia-Ukraina)
"Sisi barat, dia merasa lebih Ukraina daripada Rusia disisi timur. DIa merasa lebih European, they feel they like tobe EU (Uni Eropa) and be a part of NATO. Tapi kalau disisi timur, kita merupakan bagian dari historisnya Rusian, makanya sudah sangat lain lah," ungkap Connie.
Melihat dari latar belakang permasalahan-permasalahan tersebut, dengan meyakinkan Connie menyebut bahwa Amerika lah yang kemudian berperan memperbesar ketegangan, hingga akhirnya muncuk kemarahan Rusia melalui invasi ke Ukraina.
"Yang the bad guy sebenernya nih kalau kita lihat memang Amerika Serikat lah. To be honest saya harus ngomong begitu karena kok kayak manas-manasin. Semua kalau kita baca berita luar, ini kayak ada yang bikin heboh aja deh, terus begitu kejadian terus lo kemana deh?," ujar Connie.
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq