Catatan Dahlan Iskan

Komentar Tuhan

fin.co.id - 25/01/2022, 09:43 WIB

Logo Disway

Soal ukuran rongga dada itu ternyata juga penting –meski tidak sepenting unsur kecocokan medis antara tubuh manusia dan organ babi.

Ukuran jantung babi –juga ginjalnya– ternyata pas untuk rongga yang tersedia di tubuh manusia. Tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil. Asal, itu jantung babi berumur 1 tahun, yang sudah disiapkan di peternakan khusus. Ukuran jantung muda itu masih akan membesar seiring pertambahan umur dan ukuran babi. Itulah sebabnya unsur gen pertumbuhannya harus dibuang. Jangan lebih besar lagi. 

Ruang di dada manusia ternyata juga bisa berubah. Sebelum melakukan transplant hati, ruang dada saya ternyata sudah sempat mengecil. Itu karena hati saya sudah mengecil akibat sirosis. Tulang rusuk saya berubah mengikuti ukuran organ tersebut. 

Itulah sebabnya ketika hati baru yang ukurannya normal dimasukkan ke dada saya, ada sedikit masalah: terlalu sesak. Tapi masih dalam batas yang aman. Itulah penjelasan dokter yang saya terima setelah transplant 17 tahun lalu.

Penemuan dan pengalaman editing unsur gen jantung babi yang dilakukan Prof Mohiuddin tentu akan menjadi dasar untuk langkah berikutnya di masa depan. Apalagi kalau terbukti David tidak mati akibat penolakan jantung babi itu.

Sewaktu Prof Mohiuddin mencoba transplant jantung baboon, tidak terjadi penolakan itu. Aman. Setidaknya selama tiga tahun. Baboon terus hidup normal.

Akhirnya baboon itu memang mati. Tapi itu karena Prof Mohiuddin sengaja mencoba mengembalikan unsur gen penolakan itu. Masa tiga tahun uji coba dianggap sudah sangat cukup. Akhirnya baboon itu mati akibat sesak napas –jantung babinya tidak berfungsi lagi, ditolak oleh badan baboon.

Kalau David nanti bisa hidup lebih 3 tahun belum tentu akan ada transplant seperti itu untuk umum. Prosedur untuk bisa dipraktikkan masih panjang. Bahkan untuk bisa dapat izin uji coba pun masih lama. Yang dilakukan pada David itu berdasar ''izin welas asih''. Belum izin uji coba. Waktu itu jantung David sudah di terminal akhir. Begitu alat batu dilepas ia mati. Berbagai pusat transplant juga menolak memasukkan David ke daftar prioritas: ia tidak disiplin berobat. Juga pernah masuk penjara akibat menikam pemuda yang memangku pacarnya dulu di bar biliar.

Tahap uji coba masih begitu lama. Perlu beberapa kali kisah sukses seperti David –meski tidak perlu menunggu ada orang lain yang ditikam di bar.

Yang jelas editing gen manusia akan menjadi trend komersial di masa depan. Sayang kita tidak bisa mendapat kabar lebih lanjut: bagaimana nasib bayi kembar yang di Shenzhen, Tiongkok. Yang lahir lebih dua tahun lalu itu: Lulu dan Nana. Bayi kembar itu produk editing gen yang dilakukan Prof He Jiankui di sana. 

Editing dilakukan justru ketika bayi masih dalam bentuk embrio. Unsur-unsur yang akan menjadi penyakit tertentu dibuang. Unsur-unsur yang membuat pintar didorong.

Prof He Jiankui sendiri dijatuhi hukuman penjara 3 tahun: dianggap melanggar hukum kedokteran di sana. Juga dikenakan denda sekitar Rp 5 miliar. 

Tapi bayi kembar itu sendiri tentunya dibiarkan hidup. Dipelihara, entah oleh ibu mereka atau oleh negara. Sekarang, mestinya, bayi kembar itu sedang lucu-lucunya. 

Dengan majunya ilmu editing gen itu, Tuhan, sebagai pencipta manusia, harus berkomentar apa? (*)

Admin
Penulis