News . 20/12/2021, 11:14 WIB
Lebih lanjut bagi Capt. Hakeng bahwa pihaknya menyambut baik dengan keberhasilan Indonesia di anggota Dewan IMO Kategori C. Karena ini merupakan kesempatan Indonesia ikut serta dalam menentukan kebijakan kemaritiman dunia.
BACA JUGA: Optimalisasi Potensi Maritim Di ZEE Masih Jadi “PR”
"Dengan menjadi anggota Dewan IMO Kategori C itu membuat Indonesia dapat ikut serta dalam menyusun kebijakan maritim internasional. IMO merupakan perwakilan dari negara-negara yang mempunyai kepentingan khusus dalam transportasi laut dan maritim serta mewakili semua wilayah geografis utama dunia," tuturnya.
Capt. Hakeng juga menaruh harap besar dengan Indonesia menjadi anggota Dewan IMO Kategori C untuk lebih dapat menjaga keamanan perairan dan keselamatan. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia.
/p>
Keanggotaan Indonesia pada IMO dapat dimanfaatkan pula untuk mengusulkan kepada IMO bahwa ini bukan saat tepat untuk menerapkan teknologi kapal tanpa awak.
"Ini menjadi tanggung jawab kita guna menjelaskan ke stakeholder-stakeholder terkait keberadaan kapal tanpa awak bila disetujui penggunaannya di Indonesia. Karena Indonesia negara kepulauan serta mempunyai pelaut yang jumlahnya banyak dan bekerja tersebar di dunia," katanya.
BACA JUGA: Evaluasi Pertahanan Maritim
Alasan lain yang diungkapkan Capt. Hakeng, para pelaut Indonesia merupakan pahlawan devisa negara. Jadi, eksistensinya dalam dunia pekerjaan harus dipertahankan. Data dari Kementerian Perhubungan per tanggal 8 Februari 2021, ada hampir 1,2 juta pelaut Indonesia baik yang bekerja di kapal Niaga maupun kapal Perikanan. Dari jumlah tersebut, ILO (International Labour Organization) mencatat bahwa Indonesia adalah penyuplai pekerja perikanan No. 1 di Dunia.
Penerimaan negara dari pelaut juga tidak bisa dikatakan sedikit. Tercatat potensi penerimaan negara dari pelaut Indonesia di luar negeri mencapai sekitar Rp 151,2 triliun setahun. Perkiraan perhitungan itu didapat dari rata-rata gaji pelaut Indonesia di luar negeri sebesar USD 750 atau setara Rp 10,5 juta per bulan. Jumlah itu dikalikan jumlah pelaut sebanyak 1,2 juta orang per Februari 2021 dan dikalikan 12 bulan.
Kehadiran MASS bisa mengakibatkan munculnya masalah terhadap pengurangan tenaga kerja di sektor kemaritiman. Capt. Hakeng mengingatkan, Indonesia akan dihadapkan pada persoalan masa depan, yaitu bonus demografi pada 2030. Artinya, jumlah usia produktif komposisinya akan jauh lebih besar. Indonesia perlu solusi untuk mengantisipasi bonus demografi ini dengan peningkatan lapangan kerja.
"Semua pihak harus segera menyadari untuk bisa mengedepankan pengembangan Industri padat karya yang berintegrasi dengan teknologi, bukan malah mengedepankan pengembangan teknologi yang meminimalisasi jumlah pekerja. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana demografi bagi Bangsa Indonesia," tutup Capt. Hakeng. (git/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com