Muktamar "Jin"

fin.co.id - 04/12/2021, 08:09 WIB

Muktamar

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

Dukung-mendukung itulah masalah utamanya. Tepatnya: mengundang dukungan itulah kebiasaan baru NU yang sudah agak lama —setidaknya sejak Muktamar di Jombang atau di Makassar lalu.

Kubu 1: KH Said Agil Siroj. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dua periode. Incumbent.

Kubu 2: KH Yahya Staquf. Katib Aam Syuriah PB NU. Ia kakak kandung Menteri Agama sekarang ini.

Dua-duanya bagi saya orang yang hebat. Sama-sama ulama. Sama-sama berpikir modern. Sama-sama moderat.

Bagi saya, siapa pun yang terpilih sangat baik bagi NU —dan bagi Indonesia.

Kalau saya menjadi pemerintah akan saya lepas Muktamar ini. Sambil membiasakan demokrasi berkembang di NU. Sambil menciptakan iklim persaingan yang bersih.

Kalau KH Said Agil yang terpilih, NU akan tetap hebat.

Kalau KH Yahya Staquf yang terpilih NU tidak akan lebih lemah.

Ini hanya dari hebat ke lebih hebat. Atau dari lebih hebat ke hebat.

NU beruntung: punya dua calon ketua umum yang salah pilih pun tidak salah.

Apakah pemerintah Presiden Jokowi memihak?Saya tidak melihat ada kepemihakan itu. Sampai kemarin.

Tapi sudah biasa terjadi: masing-masing kubu menyuarakan —secara bisik-bisik tetangganya Iis Dahlia— sebagai yang didukung penguasa. Padahal yang berkuasa bisa saja lagi tenang-tenang saja.

Benarkah yang berkuasa tenang-tenang saja?Mungkin Presiden Jokowi tenang-tenang saja. Toh dua-duanya aman bagi negara.

Tapi Presiden Jokowi punya menteri agama yang ditafsirkan memihak Yahya Staquf. Presiden Jokowi juga punya Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin. Yang ditafsirkan memihak KH Said Agil Siroj.

Maka banyak yang berhitung: siapa yang bisikannya lebih kuat —itu pun kalau yang dibisiki mau mendengarkan.Jadi, kapan Muktamarnya?

Admin
Penulis