JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini melesat 76,14 poin (1,17 persen) ke level 6.583.82.. Namun sayangnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS justru melemah 51 poin di level 14.397 per dolar Amerika Serikat (USD) pada akhir perdagangan, Kamis (2/12/2021).
Direktur PT. TFRX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah dikarenakan pasar diguncang oleh kabar varian baru Omicron yang bisa lebih menular.
"Yang mengindikasikan kembalinya bank perjalanan dan penguncian yang dapat berdampak pada pemulihan ekonomi. AS melaporkan kasus varian pertamanya pada hari Rabu, karena Australia, Inggris, Kanada, dan Jepang, juga melaporkan kasus meskipun perbatasan diperketat," kata Ibrahim dalam keterangan hasil risetnya, Kamis sore.
BACA JUGA: Dolar AS Tertekan, Harga Emas Bersinar Termasuk di Indonesia
Sementara itu, jumlah kasus omicron di Afrika Selatan, tempat ditemukannya varian empat pekan lalu, meningkat dua kali lipat dari Selasa hingga Rabu.
Terlepas dari ketidakpastian seputar omicron dan dampaknya, Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell menegaskan kembali pendiriannya bahwa Fed akan mempertimbangkan untuk mempercepat pengurangan aset ketika bertemu dari 14 hingga 15 Desember. Ini juga bisa berarti kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan.
Meskipun The Fed telah mengadopsi nada inflasi yang lebih hawkish, Bank of England dan Bank Sentral Eropa tetap berpegang pada nada dovish mereka.
Di sisi data, indeks manajer pembelian manufaktur Institute of Supply Management lebih tinggi dari perkiraan 61,1 pada bulan November.
Sementara itu, dari dalam negeri, pemerintah memproyeksikan inflasi 2021 akan mencapai 1,9 persen jika dibandingkan dengan tahun 2020 (year on year/yoy), melihat dari perkembangan inflasi November 2021 yang tercatat 1,75 persen (yoy). Dengan demikian, inflasi masih berpotensi menguat secara bertahap seiring dengan perkembangan positif mobilitas masyarakat saat ini akibat pelonggaran PPKM.
Sebagai informasi saja, naiknya inflasi November 2021 terutama disumbang oleh inflasi inti dan harga yang diadministrasikan atau administered price, seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat karena pandemi yang mulai terkendali, di tengah inflasi komponen makanan bergejolak atau volatile food yang sedikit melambat.
Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month to month/mtm), terjadi inflasi sebesar 0,37 persen pada November 2021, sehingga inflasi Januari-November 2021 mencapai 1,30 persen, sedangkan inflasi inti terus melanjutkan tren meningkat, mencapai kisaran 1,44 persen (yoy), naik dari angka Oktober 1,33 persen (yoy).
Naiknya mobilitas masyarakat pasca kebijakan pelonggaran PPKM secara bertahap telah berdampak pada peningkatan permintaan masyarakat secara umum, sementara itu tekanan harga di tingkat produsen diperkirakan mulai diterapkan pada harga konsumen meskipun masih terbatas.
Dalam masa pemulihan ekonomi, pemerintah terus konsisten untuk mendukung terjaganya harga energi domestik untuk menjaga momentum pemulihan konsumsi dan daya beli masyarakat, serta menetapkan kebijakan dalam mengantisipasi lonjakan mobilitas dengan menghapus cuti bersama akhir tahun dan meningkatkan kembali level PPKM di momen Nataru.
Sedangkan untuk perdagangan besok, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.380 - Rp14.440 per dolar AS. (git/fin)