JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan keputusan akhir amendemen terbatas UUD 1945 untuk menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tergantung pada dinamika politik dan para pimpinan partai politik untuk mengambil keputusan.
/p>
Bamsoet (sapaan akrabnya) menegaskan bahwa terkait wacana amendemen UUD 1945, MPR tidak pernah bicara terkait penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.
/p>
"Apakah akan dilakukan amendemen terbatas, ini tergantung dinamika politik dan 'stakeholder' di gedung parlemen ini yaitu pimpinan partai politik, lalu para cendekiawan, akademisi, dan praktisi yang dapat mewujudkan itu semua," kata Bamsoet, Rabu (18/8).
/p>
Menurutnya, sikap pimpinan partai politik akan tercermin dari para anggotanya di parlemen yaitu di DPR dan Badan Pekerja MPR RI. "Banyak masukan yang kami terima, ada yang khawatir, setengah khawatir, dan ada yang mengatakan harus dilakukan amandemen terbatas. Karena itu masih situasional dan belum seragam," ujarnya.
/p>
Bamsoet mengatakan banyak harapan yang menginginkan agar MPR menyikapi berbagai aspirasi masyarakat yang berkembang yaitu arus besar yang mendorong agar MPR memiliki kembali kewenangan menetapkan PPHN.
/p>
Menurut dia, selama ini ini PPHN hanya diatur dalam sebuah UU "Payung hukum PPHN melalui TAP MPR RI itu agar semua patuh dan tidak bisa 'diterpedo' oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," ucapnya.
/p>
Bamsoet menjelaskan, arus besar tersebut menginginkan agar bangsa Indonesia memiliki arah dan bintang pengarah dalam jangka panjang.
/p>
"Rakyat Indonesia akan menjadi 318 juta di tahun 2045 yang didominasi usia-usia produktif sebanyak 70 persen sehingga dibutuhkan perencanaan yang visoner, mampu membaca dan menjawab tantangan jaman yang terus berkembang. Arus besar tersebut menjadi perhatian MPR," tandasnya. (khf/fin)
/p>