Akhirnya tekad Karina untuk membawa teknologi T-Cell dan NK-Cell mengalahkan keengganannyi. Sandi pun mau meminjami dana. Sampai Karina mendapat pinjaman bank.
/p>
"Begitu dapat pinjaman, utang ke Pak Sandi langsung saya lunasi," ujar Karina.
/p>
Kesedihannyi mulai hilang. Dia pun bisa melakukan penelitian di situ. Dia rampungkan disertasi S-3 di UI itu. Dengan topik stem cell. Telat sekali. Batas akhir DO-nya tinggal tiga bulan.
/p>
Karina lulus. Dengan IPK tinggi –tapi tidak mendapat predikat cum laude. Tertunda-tundanya ujian S-3 itu yang membuat dia gagal cum laude. "Yang penting lulus. Dan ibu sembuh," kata Karina. Karina bahagia. Ayah-ibunya melihat dia dinobatkan jadi doktor. Sang ayah, 78 tahun, kini juga masih aktif sebagai konsultan air minum.
/p>
Karina itu dokter. Spesialis bedah plastik. Doktor bidang stem cell. Pelopor aaPRP. Cantik. Rambut keriting. Mau apa lagi?
/p>
Dia ingin aaPRP jadi protokol nasional penanganan Covid-19. Jenis-jenis duka terberat sudah dia lewati. Ketakutannyi sudah habis. Tinggal yang tersisa: keberaniannyi. (*)
/p>