News . 11/04/2021, 18:29 WIB
JAKARTA - Kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan genap empat tahun berlalu.
Tim Advokasi Novel Baswedan menilai pemerintah hingga kini belum mampu mengungkap perkara tersebut hingga tuntas. Bahkan, tim menyebut penanganan perkara belum mampu menyentuh aktor intelektual.
"Dalam perkembangannya, setelah mendapatkan desakan dari publik, polisi hanya dapat mengungkap dua pelaku lapangan dan tidak mampu menyentuh aktor perencana/intelektual dari peristiwa tersebut hingga sekarang," kata Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur dalam keterangannya, Minggu (11/4).
Isnur beranggapan, belum terungkapnya aktor intelektual telah menjadi warisan teror tak terputus dan mengancam siapapun yang bekerja untuk publik ke depan. Ia menilai, penuntasan kasus Novel Baswedan merupakan simbol kesungguhan negara melawan korupsi.
"Pengungkapan dalang kasus Novel adalah bagian penting dari penegakkan keadilan di negeri ini," katanya.
Isnur menuturkan, berdasarkan laporan Komnas HAM pada 2018 lalu, peristiwa yang dialami Novel Baswedan diduga melibatkan pihak-pihak yang berperan sebagai perencana, pengintai, dan pelaku kekerasan.
Selain itu, TPF Polri juga meyakini serangan tersebut tidak terkait masalah pribadi tapi berhubungan dengan pekerjaan Novel Baswedan sebagai penyidik KPK.
"Meskipun proses peradilan terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette sudah dilakukan, sejak awal kami memandang proses peradilan tersebut bukanlah proses peradilan yang benar dan diduga dimaksudkan untuk gagal (intended to fail)," katanya.
Hal itu terlihat dari berbagai kejanggalan persidangan yang timbul, mulai dari dakwaan Jaksa yang menutup aktor intelektual, JPU terlihat tidak menjadi representasi negara yang mewakili korban, Majelis Hakim terlihat pasif dan tidak objektif mencari keadilan, para terdakwa didampingi kuasa hukum dari Mabes Polri, adanya dugaan manipulasi barang bukti persidangan, dihilangkannya alat bukti saksi dalam berkas persidangan, hingga putusan pidana yang amat ringan.
Lebih lanjut, meski kedua pelaku lapangan sudah diadili, Mabes Polri disebut masih memiliki kewajiban untuk menuntaskan kasus ini hingga dapat menyentuh aktor intelektualnya.
"Kapolri Listyo Sigit yang sebelumnya menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri juga pernah berjanji untuk menuntaskan kasus Novel Baswedan. Kapolri harus mengakhiri kultur impunitas atas serangan terhadap pembela hak asasi manusia di Indonesia dan membuktikan janjinya untuk menciptakan penegakan hukum yang mengedepankan rasa keadilan bagi masyarakat," katanya.
Seiring dengan itu, Tim Advokasi Novel Baswedan juga menyampaikan empat desakan terhadap negara guna mengungkap kasus sang klien hingga tuntas.
Pertama, Presiden Jokowi segera memerintahkan kembali Kapolri Listyo Sigit Prabowo menunaikan janjinya untuk menuntaskan kasus ini dengan mengungkap aktor perencana/intelektual dan aktor lainnya.
"Memerintahkan jajarannya, memeriksa para penyidik yang diduga melakukan abuse of process sebagaimana yang ditemukan oleh Komnas HAM dalam laporannya dan membuka akses informasi perihal status anggota kedua pelaku lapangan penyerangan Novel Baswedan," tegas Isnur.
Kedua, Kapolri Listyo Sigit Prabowo segera melakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang sudah diputus bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 371/Pid.B.2020/PN/Jkt.Utr & Putusan Nomor 372/Pid.B.2020/PN/Jkt.Utr.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com