JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mengabulkan permohonan Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama oleh terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur Suharjito.
"Karena terdakwa telah berterus terang dan kooperatif dalam memberikan keterangan serta bersedia membuka keterlibatan pihak lain di dalam perkara ini, maka permohonan terdakwa dapat dikabulkan," kata Jaksa KPK Siswandono membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/4).
Jaksa KPK menerangkan, Suharjito telah mengajukan permohonan JC kepada KPK pada 13 Januari 2021. Permohonan itu tertuang dalam surat nomor 021/GM&AR-PERMOHONAN/I/2021.
Dalam mengabulkan permohonan Suharjito, Jaksa KPK berpedoman pada Poin 9 Huruf a SEMA Nomor 4 Tahun 2011 dan Pasal 1 angka 2 Peraturan Bersama Ketua KPK, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, Ketua LPSK tahun 2011.
"Bahwa berdasarkan ketentuan peraturan yang berkaitan dengan syarat pemberian Justice Collaborator tersebut dihubungkan dengan adanya Permohonan dari terdakwa agar ditetapkan sebagai Justice Collaborator," ucap Jaksa Siswandono.
"Namun demikian pemberian keterangan KPK sebagai 'justice collaborator' akan diberikan setelah terdakwa memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara terdakwa lainnya," lanjutnya.
Untuk diketahui, JPU KPK menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara terhadap Suharjito. Tuntutan itu dilayangkan atas kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Suharjito berupa pidana penjara selama tiga tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Jaksa KPK Siswandono.
Selain pidana badan, Jaksa juga menuntut Suharjito dihukum denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam menyusun tuntutan, Jaksa mempertimbangkan sejumlah hal. Hal yang memberatkan yakni Suharjito dinilai tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sementara hal yang memberatkan yaitu Suharjito belum pernah dihukum, bersikap kooperatif, dan memberikan keterangan secara signifikan.
Meski begitu, Jaksa mempertimbangkan pengajuan Justice Collaborator (JC) yang diajukan Suharjito.
Sebagaimana diberitakan, pemilik sekaligus Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar kepada Edhy Prabowo. Suap itu terdiri dari USD103 ribu dan Rp706.055.440.
Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau Misanta selaku staf khusus Menteri KKP, Amirul Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy Prabowo yang juga anggota DPR RI Iis Rosita Dewi, dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Suap diduga diberikan untuk mempercepat proses persetujuan izin benur oleh PT DPPP.