JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memandang kebijakan menghentikan penyidikan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim merupakan imbas dari penerapan UU 19/2019 tentang KPK.
Beleid hasil revisi itu, menurut Busyro, telah merusak keadilan bagi rakyat.
"Harus saya nyatakan dengan tegas dan lugas bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama undang-undang KPK hasil revisi usulan presiden," kata Busyro ketika dihubungi, Jumat (2/4/2021).
Ia mengatakan, penanganan perkara korupsi BLBI yang telah bergulir sejak masa kepemimpinan lembaga antirasuah terdahulu usai begitu saja di bawah rezim Firli Bahuri cs, terlebih sejak UU KPK versi revisi diberlakukan.
"Bagaimana skandal mega kasus perampokan BLBI yang pelik, berliku, licin, dan panas, secara politik penuh intrik, itu sudah mulai diurai oleh KPK rezim UU KPK lama. Begitu diluluhlantakkan dan punah total dampak langsung dominasi oligark politik melalui UU," kata Busyro.
"Semakin tampak akrobat politik hukum yang sengaja ingkar dari jiwa keadilan sosial. Semakin tampak pula peredupan Pancasila dan adab dalam praktik politik legislasi dan penegakan hukum," sambungnya.
Dirinya menegaskan, apabila masih diperlukan keujuran untuk mengelola bangsa, maka diperlukan peraturan presiden pengganti undang-undang KPK versi revisi.
"Dan juga putusan MK atas sejumlah permohonan JR (judicial review) sejumlah pihak terhadap UU KPK hasil revisi. Di titik ini lah kita kiranya cukup melihat legitimasi politik dan moral presiden dan hakim-hakim MK," tukasnya.
Diketahui, alasan KPK mengentikan penyidikan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul dan Itjih Nursalim lantaran tidak terpenuhinya unsur perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UU KPK.
“KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi,” kata Alex dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (1/4).
Unsur penyelenggara negara, menurut Alex, tidak terpenuhi sebab kasasi yang diajukan Syafruddin Temenggung atas perkara serupa dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Dalam putusannya, MA menyatakan Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), dan memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan. (riz/fin)