Gelar Penyuluhan terhadap Narapidana Korupsi, ICW Minta Pimpinan KPK Setop Lakukan Gimik

fin.co.id - 01/04/2021, 15:39 WIB

Gelar Penyuluhan terhadap Narapidana Korupsi, ICW Minta Pimpinan KPK Setop Lakukan Gimik

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak jajaran Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan gimik kontroversial dalam bekerja. ICW mendorong jajaran di internal KPK untuk fokus bekerja memberantas korupsi yang relevan dan signifikan.

Pernyataan tersebut merespons agenda KPK yang menggelar penyuluhan antikorupsi terhadap narapidana kasus rasuah di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (31/3) kemarin.

"Tindakan ini sangat tidak berdasar dan justru memutarbalikkan logika pencegahan pemberantasan korupsi," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Kamis (1/4).

Terlebih dalam program penyuluhan itu, salah satu pejabat tinggi KPK menyebut narapidana rasuah sebagai penyintas korupsi.

Pernyataan tersebut, menurut Kurnia, cukup mengejutkan. Pasalnya, lanjut dia, korupsi merupakan kejahatan struktural yang menyebabkan dampak secara masif terhadap masyarakat sebagai korban.

"Jika pelaku korupsi adalah penyintas, lalu masyarakat dianggap sebagai apa? Ini merupakan cacat logika yang merupakan turunan dari kerusakan dalam alur pikir keseluruhan program kunjungan pencegahan dan sosialisasi antikorupsi ke Lapas Sukamiskin," katanya.

Kurnia menyebutkan, setidaknya terdapat empat poin penting terkait kebijakan penyuluhan antikorupsi itu. Pertama, kegiatan sosialisasi antikorupsi ke Lapas Sukamiskin dapat disebut pemborosan anggaran.

"Sebab, hasil yang didapatkan dari kegiatan itu hampir bisa dipastikan nol besar," kata Kurnia.

Kedua, secara nilai, sosialisasi ke Lapas Sukamiskin bertentangan dengan Pasal 4 UU KPK. Regulasi itu menyebutkan bahwa KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Pertanyaan pun muncul: apa hasil guna kegiatan sosialisasi pencegahan tersebut?" sambungnya.

Ketiga, pencegahan KPK ke Lapas Sukamiskin dianggap salah sasaran. Sebab, sosialisasi yang seharusnya menyasar masyarakat selaku korban korupsi, malah mendatangi pelaku kejahatan.

"Semestinya KPK menitikberatkan isu sosialisasi untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam memberantas korupsi," tukas Kurnia.

Keempat, kebijakan melakukan sosialisasi ke warga binaan akan semakin mendegradasi kepercayaan publik terhadap KPK.

"Penting untuk diingat, sepanjang tahun 2020 praktis ada delapan lembaga survei yang telah mengonfirmasi hal tersebut. Ditambah dengan menurunnya performa KPK dan indeks persepsi korupsi Indonesia yang merosot tajam. Jauh lebih baik jika KPK menginisiasi program pencegahan yang sifatnya struktural dan menyasar kelembagaan dan birokrasi kementerian/ lembaga negara," pungkasnya. (riz/fin)

Admin
Penulis