JAKARTA - Seorang jurnalis mendapat kekerasan dan intimidasi saat melakukan peliputan di Surabaya, Jawa Timur. Polri diminta mengusut tuntas kasus tersebut.
Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengutuk kekerasan terhadap seorang jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistik. Nurhadi, jurnalis majalah Tempo mengalami kekerasan dan intimidasi saat meminta konfirmasi kepada Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
"Kejadian tersebut terjadi saat jurnalis sedang meliput kasus korupsi. Kegiatan pers dilindungi dan siapa pun yang menghalangi harus dikenakan hukuman," katanya dalam keterangannya, Selasa (30/3).
BACA JUGA: KPK Dalami Penggunaan Pelat Mobil Milik Kemenpan RB oleh Istri Nurhadi
Dia pun mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengusut tuntas kasus kekerasan yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur tersebut."Kapolri beserta jajarannya harus memberikan pelindungan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik," katanya.
Dikatakan politisi PKS itu, kekerasan dan penghalang-halangan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kerja jurnalistik merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU Pers menyatakan kerja jurnalistik meliputi memperoleh, mencari, dan menyebarluaskan informasi yang harus dilindungi. Siapa pun yang menghalangi-halangi kerja jurnalis dapat dikenakan hukuman.
BACA JUGA: IHSG Ditutup Melemah -1,55 Persen, Sektor Properti dan Perkebunan Jadi Pemberat
"Kepolisian harus mengusut tuntas kasus ini agar hak publik untuk tahu terjamin serta memperoleh informasi yang kurat mengenai berbagai isu yang penting bagi masyarakat luas," tuturnya.Selain itu, dia juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk membantu melindungi Nurhadi dari ancaman kekerasan lanjutan. Dan tentunya mengawal proses hukum atas kasus tersebut.
Menurut Mardani, kebebasan pers di Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar yang belum terselesaikan. Kasus pembunuhan terhadap wartawan Bernas Udin pada 1996 menjadi pengingat tentang arti penting kebebasan pers.
BACA JUGA: Teddy Gusnaidi ke Ustad Hasym, Kalau Gue Berkuasa Gue Kandangin Orang Ini, Bodo Amat Dibilang Anti Ulama!
"Indonesia sudah menyatakan komitmen untuk terbuka terhadap pers sejak reformasi. Langkah-langkah preventif harus dikedepankan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali," tuturnya.Dijelaskannya, tidak mudah dan panjang jalan bagi Indonesia untuk dapat melahirkan pers yang bebas melalui reformasi dan demokrasi yang semakin terlembaga.
"Kebebasan pers dan demokrasi jangan dirusak karena tindakan yang membuat kita mundur ke belakang," ujarnya.
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Jangan Hubungkan Teroris dengan Agama, Mereka Adalah Jiwa yang Kosong
Berdasarkan catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, sepanjang 2020 terjadi 117 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media. Ini meningkat 32 persen bila dibandingkan 2019 yang mencapai 79 kasus."Indonesia mencatat rekor angka kekerasan terhadap jurnalis tertinggi pada 2020. Pada Maret 2021 saja sudah ada tiga kasus kekerasan, termasuk jurnalis Tempo," katanya.
Kekerasan terhadap Nurhadi terjadi saat sedang menjalankan penugasan dari redaksi Majalah Tempo untuk meminta konfirmasi kepada Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pajak oleh KPK.
Ketika datang ke resepsi pernikahan anak Angin di Gedung Graha Samudra Bumimoro Surabaya pada Sabtu (27/3), Nurhadi dihadang oleh beberapa orang yang menuduhnya masuk tanpa izin.
Nurhadi bahkan sempat ditahan selama dua jam di sebuah hotel di Surabaya dan mengalami penganiayaan. Telepon seluler Nurhadi juga dirampas untuk diperiksa isinya. (gw/fin)