JAKARTA - Kebijakan impor beras 1 juta ton yang ditetapkan pemerintah berpotensi adanya dua penyimpangan, yakni maladministrasi mekanisme dan manajemen impor beras.
Hal itu disampaikan anggota Ombdusman Yeka Hendra Fatika, dalam video daring kemarin (24/3). Pihaknya menelusuri dua potensi penyimpangan tersebut.
"Terkait potensi maladministrasi mekanisme impor beras, kita ingin dalami mekanisme rakortas dalam impor beras. Polemik ini terjadi akibat kebijakan impor beras,'' ujar Yeka.
BACA JUGA: Kementerian PUPR Lanjutkan Penataan Kawasan Kumuh Sakai-Sambaiyan, Kabupaten Pringsewu Lampung
Hasil penelitian Ombudsman, stok beras nasional saat ini tidak bermasalah. Oleh karena itu, pihaknya mempertanyakan keputusan impor beras ini. Dalam hal ini harus berdasarkan data yang valid."Suka tidak suka, kebijakan impor beras musti dipahami semua orang. Kalay enggak akan terjadi keributan, dan keributan ini digoreng,'' ucapnya.
BACA JUGA: Rizal Ramli ‘Semprot’ SBY: Ubah dong Demokrat jadi Demokratis Jangan Jadi Partai Keluarga
Potensi kedua adalah manajemen beras. Pihaknya menyayangkan Perum Bulog yang kini hanya bisa menyerap beras dan menumpuknya di gudang. Sementara tak bisa menjualnya seperti tahun sebelumnya."Bulog enggak bisa jualan lagi. Dulu mereka ada outlet kek Rastra (program beras sejahtera). Bulog sekarang bisa ngerap beras tapi enggak jelas mau dikemanakan," tukasnya. (din/fin)